Namun, rencana ini juga mendapat kritik karena dianggap sebagai langkah transaksional politik. Kebijakan ini dipandang sebagai cara Presiden Jokowi membayar utang politik kepada pihak-pihak yang mendukungnya, termasuk dalam pemilihan anaknya, Gibran Rakabuming Raka, yang didukung oleh Nahdlatul Ulama (NU).
Konflik Kepentingan dan Risiko Lingkungan
Kebijakan ini juga mendapat kritik dari berbagai pihak. Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, menyatakan bahwa pemberian izin usaha tambang kepada ormas yang tidak memiliki kapasitas dalam pengelolaan tambang berpotensi memperparah kerusakan lingkungan.
Baca Juga: Menteri ESDM Paparkan Capaian Komitmen Energi Bersih di Jepang
Pro dan Kontra dalam Pemerintah
Di kalangan pemerintah sendiri, kebijakan ini menuai pro dan kontra. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan awalnya menentang ide pemberian WIUPK tanpa proses lelang. Meskipun revisi PP tetap dilakukan, terjadi perdebatan sengit antara Luhut dan Bahlil yang mendukung kebijakan ini.