inversi.id – Di tengah gempuran teknologi digital dan maraknya game online, permainan tradisional yang dulu akrab dalam keseharian anak-anak Indonesia kini perlahan menghilang. Fenomena ini bukan sekadar tentang pergeseran tren bermain, tetapi juga menyangkut hilangnya warisan budaya yang sarat nilai.
Petak Umpet: Saksi Bisu Kebersamaan yang Memudar
Permainan yang mengombinasikan strategi persembunyian dan ketangkasan ini dulunya menjadi primadona di setiap kampung. Kini, petak umpet seolah kehilangan pesona di mata generasi yang lebih tertarik dengan “hide and seek” virtual dalam game online.
Congklak: Matematika Tradisional yang Terlupakan
Permainan yang membutuhkan papan kayu dengan 14 lubang dan biji-bijian ini tidak hanya mengasah kemampuan berhitung, tetapi juga mengajarkan nilai kesabaran dan strategi. Sayangnya, congklak kini jarang terlihat di rumah-rumah modern.
Gasing: Putaran Waktu yang Melambat
Gasing, dengan filosofi keseimbangan dan ketekunannya, dulu menjadi ajang adu ketangkasan yang ditunggu-tunggu. Kini, suara dengung gasing yang berputar semakin jarang terdengar di tanah lapang.
Engklek: Lompatan Harapan yang Memudar
Permainan yang hanya membutuhkan kapur dan sebidang tanah ini mengajarkan keseimbangan fisik dan mental. Namun, aspal dan beton telah menggerus ruang bermain engklek di perkotaan.
Gobak Sodor: Kerja Sama yang Terkikis Zaman
Permainan tim yang mengutamakan strategi dan kerja sama ini dulunya mampu membangun solidaritas antaranak. Kini, gobak sodor kalah pamor dengan game multiplayer online.
Kepunahan permainan tradisional bukan sekadar hilangnya cara bermain, tetapi juga pudarnya nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Interaksi sosial langsung, kemampuan motorik, dan kearifan lokal yang melekat dalam permainan tradisional tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh game digital.
Pelestarian permainan tradisional membutuhkan peran aktif berbagai pihak. Sekolah bisa mengintegrasikan permainan tradisional dalam kurikulum pendidikan jasmani. Pemerintah daerah perlu menyediakan ruang publik yang memadai. Orang tua juga harus proaktif mengenalkan permainan tradisional kepada anak-anak.
Melestarikan permainan tradisional bukan berarti menolak modernisasi, melainkan menjaga keseimbangan antara warisan budaya dan kemajuan teknologi. Tanpa upaya nyata, kita mungkin akan menjadi generasi terakhir yang menyaksikan pesona permainan tradisional sebelum benar-benar punah.