Nama Melki Sedek Huang, Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) tengah viral, sebab meminta Presiden Jokowi untuk turun dengan baik-baik atau dengan berdarah-darah. Berikut biodata lengkapnya.
Dalam sebuah podcast di kanal Youtube Abraham Samad, Melki Sedek Huang menyebut apakah Jokowi mau mengakhiri kekuasaannya sebagai presiden dengan baik-baik atau berdarah-darah usai selama 10 tahun menjabat sebagai seorang Presiden RI.
“Presiden Jokowi ini kan sudah akan memasuki tahun ke-9, tahun ke depan ini artinya kan tahun ke-10 dan tahun terakhir. Mari kita lihat, apakah presiden Jokowi mau mengakhiri kekuasaannya dengan baik-baik atau berdarah-darah,” ujarnya.
Biodata Lengkap Melki Sedek Huang
Berdasarkan dari biodata lengkapnya, Melki Sedek Huang adalah Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) yang terpilih bulan Januari 2023. Sebelumnya, Melki bergabung di BEM Fakultas Hukum (FH) UI.
Ketua BEM UI yang viral minta Jokowi turun dengan baik-baik atau berdarah-darah ini, lahir di Pontianak tahun 2000 dan menempuh pendidikan di Fakultas Hukum, jurusan Administrasi Hukum dan fokus ilmu hukum hak asasi manusia, hukum pidana, dan hukum administrasi.
Alumni SMA Negeri 1 Pontianak yang dikenal aktif di berbagai organisasi baik lingkungan sekolah maupun kampus.
Sejak tahun 2019, Melki Sedek Huang tercatat sebagai Barisan Inti Makara Merah (BARIKARA). Di UI, namanya juga dikenal memiliki prestasi mentereng di lingkungan kampus UI seperti jadi volunteer di beberapa proyek penelitian.
Ia juga menerima penghargaan sebagai Best Staff of Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM Fakultas Hukum UI tahun 2020.
Selanjutnya, ia juga magang di Legal Intern di Tampubolon, Tjoe, and Partners Law Firm sejak November 2022 dan juga tercatat di The Jakarta Legal Aid Institute untuk mengasah ilmu hukumnya.
Punya Pemikiran Kritis
Selian itu, penerima penghargaan sebagai Best Staff of Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM Fakultas Hukum UI tahun 2020, Melki Sedek Huang juga dikenal memiliki pemikiran yang kritis soal kebijakan pemerintah.
Lebih lanjut ia mengatakan, lantaran banyaknya buzzer masyarakat susah membedakan mana yang logic, yang waras dan yang rasional.
“Karena ada buzzer-buzzer media sosial yang dipersiapkan untuk melawan kritik kita,” ujarnya.