Potensi Bahaya AI Bikin PBB Bereaksi Soal HAM, hingga Buat Lembaga Intelijen

By DP
3 Min Read
Terdapat sejumlah potensi bahaya dari artificial intelligence atau AI yang membuat PBB memberikan tanggapan soal Hak Asasi Manusia (HAM) hingga buat sebuah lembaga intelijen untuk memantau perkembangan dari artificial intelligence. (Foto: Pixabay)

Potensi bahaya AI (artificial intelligence) yang membuat PBB memberikan tanggapan soal Hak Asasi Manusia (HAM) hingga buat sebuah lembaga intelijen untuk memantau perkembangan dari artificial intelligence.

Potensi bahaya AI (artificial intelligence), diungkapkan oleh CEO OpenAI sekaligus pencipta ChatGPT, Sam Altman yang berikan himbauan membentuk sebuah lembaga pengawasan untuk memantau teknologi ini dari segala perkembangannya.

Sebab, artificial intelligence, yang dianggap dapat membantu hidup manusia, ternyata menyimpan sejumlah potensi bahaya AI yang siap mengintai kapan saja.

- Advertisement -

Oleh CEO OpenAI, lembaga intelejen yang bakal dibentuk berfungsi seperti International Atomic Energy Agency (IAEA), yakni badan internasional yang mengawasi penerapan energi nuklir.

Potensi Bahaya AI

Sejumlah potensi dari artificial intelligence atau AI, ternyata adalah ancaman yang nyata, selain AI memberikan sejumlah manfaat yang tak ternilai bagi manusia.

Sebab, jika disalahgunakan artificial intelligence berpotensi bahaya seperti mana bahaya dari nuklir yang mennjadi ancaman menakutkan manusia.

Respon PBB

Sekjen PBB Antonio Guterres berikan respon dari peringatan yang disampaikan oleh Altman dan beberapa eksekutif teknologi lainnya untuk perlu direspons dengan serius soal potensi bahaya dari artificial intelligence.

Bahkan, Sekjen PBB menyebutnya sebagai alaram yang paling keras dan semua harus menanggapinya dengan serius.

Selain itu, pengembangan artificial intelligence juga harus selaras dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus memberikan kepentingan soal itu, demi manfaat bersama.

AI juga berpotensi hancurkan industri media online, yang disebut sebagai perubahan paling radikal yang pernah terjadi. Terlebih pada Google Search yang berbasis Artificial intelligence atau AI. Google sendiri, ungkapkan hal tersebut dan juga umumkan sejumlah fitur baru dalam konferensi Google I/O 2023 di Amerika Serikat.

Kemudian, masih soal artificial intelligence atau AI berpotensi hancurkan media online, bagaikan sebuah bom nuklir yang siap meledak. Padahal, industri media online juga tengah berjuang untuk bertahan hidup.

Padahal, media online mengharuskan pembaca atau penggunanya untuk masuk dalam laman resmi mereka. Dengan Google Search berbasis artificial intelligence atau AI, hal ini tidak perlu dilakukan.

Baca Juga: Teka-Teki Penemuan Bunker Narkoba di UNM Makassar, Tak Terpakai Sejak Pandemi

Baca Juga: Melihat Ada Kemajuan Sepak Bola di Indonesia, PFA Puji Kinerja Erick Thohir dan PSSI

Leave a comment