INVERSI.ID – Wakil Ketua MPR RI, Abcandra Muhammad Akbar Supratman, membentuk tim advokasi untuk mendampingi Alya, seorang siswi SMKN 2 Palu, yang dikeluarkan dari sekolahnya.
“Tidak boleh ada siswa di Indonesia yang hak pendidikannya diabaikan, apalagi mendapat ancaman dikeluarkan ketika mereka melakukan hal yang benar,” ujar Akbar Supratman di Palu, Senin.
Ia menjelaskan, tim advokasi ini dibentuk untuk membantu menyelesaikan kasus Alya, yang secara sepihak dicopot dari posisi Ketua OSIS dan dikeluarkan dari sekolah.
“Informasi yang kami terima menunjukkan bahwa Alya dikeluarkan setelah mengungkap dugaan pungutan liar (pungli) yang terjadi di lingkungan sekolahnya,” kata Akbar.
Ia juga meminta pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan Sulawesi Tengah, untuk segera menuntaskan dugaan pungli di SMKN 2 Palu.
“Hak pendidikan siswa tidak boleh dilanggar atau didiskriminasi,” tegasnya.
Akbar berharap kejadian serupa tidak akan terulang, khususnya di wilayah Sulawesi Tengah, terutama Kota Palu.
“Tim advokasi akan terus memantau kasus Alya ini, dengan harapan kejadian seperti ini tidak akan terjadi lagi di masa mendatang,” tambahnya.
Ketua Tim Advokasi, Rivaldy, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengumpulkan informasi terkait kasus ini, termasuk indikasi pelanggaran seperti dugaan pungli di sekolah tersebut.
“Informasi awal menunjukkan bahwa protes dari siswa dan guru terkait dugaan pungli sudah berlangsung sejak pertengahan tahun 2024,” ungkap Rivaldy.
Ia menambahkan, beberapa guru di sekolah itu mengonfirmasi bahwa kasus dugaan pungli tersebut telah masuk ke ranah hukum dan sedang ditangani oleh Polresta Palu.
“Proses hukum terkait dugaan ini sudah berjalan, dan kami menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang untuk mengusutnya secara menyeluruh,” jelasnya.
Rivaldy menegaskan bahwa tim advokasi akan terus memperjuangkan hak Alya dan rekan-rekannya yang menjadi korban pelanggaran.
“Dugaan pelanggaran hak Alya cukup jelas. Pertama, ada ancaman dikeluarkan dari sekolah setelah Alya terlibat dalam aksi protes terhadap oknum kepala sekolah. Selain itu, Alya juga diberhentikan dari posisi Ketua OSIS dengan alasan yang sama,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa diskriminasi terhadap hak siswa tidak boleh lagi terjadi di sekolah mana pun.
“Dalam kasus ini, Alya sebenarnya ingin memperbaiki nama baik sekolah. Kita harus memastikan bahwa hak-hak Alya yang dilindungi oleh konstitusi tetap terjaga,” tutur Rivaldy.
Diketahui, tim advokasi yang menangani kasus ini terdiri dari Tim Hukum Tunas Indonesia Raya (Tidar) Sulteng dan Rumah Hukum Tadulako.