Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani menyebutkan bahwa masalah terkait alat belajar untuk sekolah luar biasa (SLB) yang terhambat dan diminta untuk membayar bea masuk yang mencapai ratusan juta rupiah, disebabkan oleh kurangnya komunikasi yang efektif.
SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta seharusnya menerima hibah berupa 20 keyboard braille yang dikirim oleh perusahaan OHFA Tech Korea Selatan sejak Desember 2022. Namun, pengiriman alat belajar tersebut terhambat karena terkena tarif bea masuk yang tinggi.
Askolani menjelaskan bahwa kurangnya koordinasi antara pihak SLB, Dinas Pendidikan, dan perusahaan jasa pengiriman (PJT) DHL Express Indonesia menyebabkan Bea Cukai tidak mengetahui bahwa alat belajar tersebut merupakan hibah.
Baca Juga: Profil dan Biodata TikTokers Galih Loss yang Ditangkap Polisi, Imbas Lecehkan Agama
“Jadi SLB, Dinas, kemudian juga PJT mengakui ini tidak terkomunikasi dengan baik sehingga kemudian menyikapinya kurang pas,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor DHL Express Indonesia, Tangerang, pada Senin, 29 April 2024.
Awalnya, keyboard braille untuk SLB tersebut dikirim melalui DHL dengan pengaturan pengiriman biasa, bukan sebagai hibah. Oleh karena itu, Bea Cukai mengenakan tarif sesuai dengan regulasi pemerintah.
Bea Cukai menetapkan nilai barang tersebut sebesar Rp 361,03 juta, meminta pihak sekolah untuk membayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) sebesar Rp 116 juta, dan juga biaya penyimpanan gudang yang dihitung per hari.
Baca Juga: DPR Soroti Wacana Kenaikan Tarif KRL, Bisa Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat
“Nah, tidak ada info (kalau hibah), yang kemudian masuk ke kita sebagai barang kiriman, sehingga kami tetap hitung sebagai barang kiriman maka ada tarif kepabeanannya,” jelas Askolani.