Orang tua tentunya harus selalu siap siaga dalam memperhatikan kesehatan sang anak, termasuk mewaspadai jika anak mengalami batuk kronik berulang karena bisa menjadi gejala penyakit asma.
Hal itu disampaikan oleh dokter spesialis anak konsultan respirologi KSM Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM dr Wahyuni Indawati, Sp.A(K), seperti dikutip dari Antaranews.
“Kewaspadaan harus dimiliki orang tua yaitu kalau anak batuk tidak kunjung sembuh atau batuk kronik yang berulang,” kata Wahyuni dalam diskusi daring, Jumat, 5 Mei 2023.
Wahyuni menjelaskan bahwa batuk kronik yang berulang adalah batuk yang terjadi berkepanjangan yakni lebih dari dua minggu lebih dari tiga episode dalam tiga bulan berturut-turut.
“Jadi batuknya bukan batuk biasa. Tidak kunjung sembuh, berulang, hampir setiap bulan batuk,” imbuh Wahyuni.
Menurut Wahyuni, batuk kronik yang berulang dapat menjadi gejala penyakit lainnya seperti tuberculosis (TBC) hingga pneumonia.
Pahami Karakteristik Lain Asma
Nah untuk menghindari gejala penyakit lainnya, sebaiknya orang tua perlu memahami karakteristik-karakteristik lain dari asma seperti napas yang berbunyi peluit atau mengakibatkan penyumbatan di saluran pernapasan, hingga batuk yang muncul lebih berat atau lebih sering pada waktu malam.
Perhatikan Makanan Anak
Selain itu, menurutnya orang tua juga harus memperhatikan apakah ada makanan atau situasi tertentu yang dapat memicu batuk atau mengi.
“Misalnya, dia ter-trigger karena ada asap, debu, kemudian muncul batuk. Selain itu, bisa juga karena aktivitas fisik,” ujar Wahyuni.
Konsultasi dengan Dokter
Wahyuni juga mengungkapkan bahwa asma yang tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan pertumbuhan berat badan menjadi terganggu.
Karena itu, penting bagi orang tua untuk memahami keluhan batuk yang dialami anak dan berkonsultasi dengan dokter untuk melakukan tatalaksana yang tepat.
Misalnya, anak yang derajat asmanya cukup berat, maka dia memiliki ambang sensitivitas yang rendah sehingga lebih mudah kambuh. Pada kondisi ini, diperlukan terapi yang bertujuan untuk menstabilkan dan menaikkan ambang sensitivitas tersebut.
“Untuk menstabilkan atau menaikkannya, perlu terapi jangka panjang. Kita berikan secara terus menerus, setiap hari, umumnya berupa hirupan, walaupun yang usianya di bawah lima tahun ada juga obat yang diminum,” ujar Wahyuni.
Orang tua juga dapat melakukan penanganan mandiri di rumah jika anak mengalami serangan asma.
“Kita bisa berikan inhalasi awal tentu dengan obat untuk asma. Kita bisa berikan dua kali di rumah, lihat responsnya, kalau membaik tapi masih ada gejalanya, boleh diberikan sekali lagi,” katanya.
Tapi jika sejak awal kondisi berat maka cukup memberikan obat sekali dan membawa anak ke rumah sakit.
“Tapi kalau sejak awal kondisinya berat maka cukup berikan sekali dan bawa ke rumah sakit. Begitu juga jika dia memiliki risiko tinggi tertentu yang butuh perhatian lebih,” pungkas Wahyuni.