Kronologi Kerusuhan di Bangladesh
Pada 1 Juli 2024, mahasiswa memulai blokade, mengganggu jalan raya dan jalur kereta api. Mereka menuntut reformasi sistem kuota untuk pekerjaan sektor publik, termasuk pegawai negeri, yang mereka anggap menguntungkan para loyalis Liga Awami yang berkuasa di bawah pimpinan Sheikh Hasina.
Sebagai tanggapan, pemerintah Hasina menutup sekolah dan universitas di seluruh negeri.
Pada 18 Juli 2024, para mahasiswa menolak seruan Hasina untuk tenang dan terus menuntut pengunduran dirinya. Para pengunjuk rasa meneriakkan “turunkan diktator” dan membakar kantor pusat stasiun Televisi Bangladesh (BTV) serta gedung-gedung pemerintah lainnya.
Baca Juga: Profil dan Biodata Gelandang Persib Levy Clement Madinda Fokus Menang di Kandang
Pemerintah memberlakukan pemblokiran internet untuk meredam kerusuhan. Bentrokan tersebut menewaskan sedikitnya 32 orang dan ratusan lainnya luka-luka, meskipun telah diberlakukan jam malam dan pengerahan tentara.
Pada 21 Juli 2024, Mahkamah Agung Bangladesh memutuskan untuk tidak memberlakukan kembali kuota pekerjaan, sebuah keputusan yang oleh para kritikus dianggap berpihak pada pemerintah Hasina. Keputusan tersebut tidak memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa untuk menghapus reservasi pekerjaan bagi anak-anak “pejuang kemerdekaan” dari perang kemerdekaan Bangladesh tahun 1971.
Pada 4 Agustus 2024, ratusan ribu orang kembali bentrok dengan pendukung pemerintah, yang mengakibatkan 68 kematian, termasuk 14 petugas polisi.
Mantan panglima militer Jenderal Ikbal Karim Bhuiyan mendesak pemerintah untuk menarik pasukan dan mengutuk kekerasan tersebut. Kepala Angkatan Bersenjata saat ini, Jenderal Waker-Uz-Zaman, menyatakan bahwa angkatan bersenjata “selalu mendukung rakyat.”