INVERSI.ID – Koalisi sayap kanan yang menjadi pendukung utama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah menolak tawaran Amerika Serikat dan Prancis terkait penghentian pertempuran di Lebanon selama 21 hari. Penolakan ini terjadi saat Netanyahu tengah bersiap menuju Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membahas ketegangan di Israel dan Lebanon.
Sebelum keberangkatannya, Netanyahu menegaskan komitmennya untuk menjamin kepulangan puluhan ribu warga Israel yang dievakuasi dari wilayah perbatasan utara.
Namun, pernyataan tersebut dianggap belum cukup oleh rekan-rekan koalisinya. Menteri Keuangan, Bezalel Smotrich, yang memimpin salah satu faksi nasionalis-religius, menegaskan bahwa Hizbullah harus dihancurkan, dan hanya dengan menyerahnya kelompok tersebut, warga yang dievakuasi bisa kembali ke rumah mereka.
Baca Juga: Biden Khawatir Konflik Meluas Akibat Ketegangan Israel-Hizbullah
Sementara itu, faksi sayap kanan ekstrem yang dipimpin oleh Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben-Gvir, berencana mengadakan rapat darurat untuk membahas situasi tersebut, namun anggotanya sudah lebih dahulu menolak proposal gencatan senjata.
Dalam perkembangan terbaru, Amerika Serikat dan Prancis, dengan dukungan sekutu lainnya, menyerukan gencatan senjata di sepanjang “Garis Biru” yang memisahkan Israel dan Lebanon, untuk memberi waktu bagi kedua belah pihak membahas solusi diplomatik.