Terbentur Aturan Adat
Muhamad Arif Kirdiat, Koordinator Sahabat Relawan Indonesia yang mendampingi masyarakat Badui Dalam mengatakan lima kasus kesehatan yang menimpa masyarakat adat Banten tersebut. Yakni gigitan ular berbisa, penyakit kulit, kasus kematian ibu dan anak, TBC dan ISPA.
Arif menceritakan awal mula melakukan pendampingan kepada warga Badui Dalam ini sangat sulit lantaran terbentur aturan adat. Mereka yang terkena gigitan ular ini harus mendapat izin dari pemangku adat. Namun belakangan, setelah melakukan pendekatan saat ini warga yang terkena gigitan ular bisa dibawa ke rumah sakit Serang.
Namun ada faktor kekhawatiran masyarakat untuk mengobati luka akibat gigitan ular terutama soal biaya. Sehingga mereka memilih membiarkan luka yang kian membengkak. “Alasannya kekhawatiran biaya dan administrasi yang merepotkan,” ujar Arif Kirdiat.
Arif menjelaskan kasus gigitan ular berbisa ini biasanya kerap terjadi saat pembukaan lahan baru. Makanya, kasus yang banyak menimpa warga saat berangkat ke ladang itu menimpa tangan dan kaki. Kejadian klinis pada korban gigitan ular ini pun unik, yakni terjadi pembengkakan dan berwarna hitam.
Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun mengapresiasi partisipasi RS Siloam Hospitals dalam memberikan perhatian kepada masyarakat melalui PWI. “Serum ini sangat dibutuhkan warga Badui, karena kasus gigitan ular di sana cukup banyak,” ujar Hendry Ch Bangun.
Head of Public Relation Rumah Sakit Siloam Hospitals Jimmy Rambing mengatakan pihaknya memberikan sumbangan Serum Anti Bisa Ular (SABU) sebanyak 5 fiul. RS Siloam Hospitals memiliki enam fiul SABU dan hanya satu yang tersedia di rumah sakit.
Jimmy menyerahkan teknis penggunaan serum pada tenaga medis setempat. “Kami berharap ini bisa membantu masyarakat yang terkena gigitan ular,” ujar Jimmy.
Jimmy menambahkan ke depan pihaknya berharap bisa kembali memberikan kontribusi terhadap masyarakat Badui Dalam.