Aturan soal Usulan Kabinet Prabowo
Pakar hukum administrasi negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Richo Andi Wibowo, menjelaskan bahwa jumlah kementerian yang dapat dibentuk oleh presiden diatur dalam Pasal 15 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Richo menyatakan bahwa aturan ini bertujuan untuk memastikan pemerintahan berjalan efisien dan untuk mengatasi isu-isu terkait dalam satu kementerian. Ini sejalan dengan semangat reformasi birokrasi dan untuk mencegah pembentukan regulasi yang didasarkan pada kepentingan sektoral.
Dia menekankan bahwa kabinet baru tidak boleh sengaja mengumpulkan koalisi besar untuk memenuhi kepentingan politik semata.
Baca Juga: Sosok ‘Orang Toxic’ Jangan Masuk Kabinet, Pesan Luhut Binsar Pandjaitan ke Prabowo
Mengenai pembahasan mengubah aturan untuk menyesuaikan dengan keinginan penambahan menteri, Richo menyatakan bahwa meskipun UU Kementerian Negara dapat diubah, perubahan tersebut harus didasarkan pada urgensi yang jelas.
Tanpa alasan yang jelas, perubahan tersebut dapat dianggap sewenang-wenang dan kurang memiliki legitimasi sosial.
Pakar hukum tata negara dan pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti, mengonfirmasi bahwa UU Kementerian Negara membatasi jumlah maksimal menteri dalam kabinet menjadi 34.
Bivitri menambahkan bahwa pemerintahan saat ini mungkin akan mengusulkan perubahan UU dalam waktu singkat untuk memungkinkan pembentukan kabinet dengan jumlah menteri yang lebih dari 34.
Namun, dia menegaskan bahwa proses perubahan undang-undang harus mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ini mencakup lima tahap pembentukan peraturan perundang-undangan: perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.
Baca Juga: Profil dan Biodata Gelandang Persib Levy Clement Madinda Fokus Menang di Kandang
Bivitri menyoroti bahwa saat ini tidak ada cukup waktu untuk mengubah UU Kementerian Negara sebelum kabinet baru disahkan pada bulan Oktober mendatang, terutama dengan adanya pilkada serentak pada bulan November 2024. Selain itu, dia menegaskan bahwa tidak boleh ada perubahan signifikan dalam sistem ketatanegaraan pada masa transisi pemerintahan.
Meskipun demikian, Bivitri menyatakan bahwa UU Kementerian Negara masih bisa diubah saat kabinet baru sudah hampir ditetapkan, terutama jika hal itu diajukan ke Mahkamah Konstitusi, seperti yang terjadi dengan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengubah batas usia calon wakil presiden.