Di tengah persaingan e-commerce yang semakin sengit, Bukalapak mengambil langkah mengejutkan dengan meninggalkan bisnis marketplace yang telah membesarkan namanya. Perusahaan kini memilih untuk fokus pada penjualan produk virtual seperti voucher dan token digital.
Keputusan ini mengingatkan pada kisah TELE (dahulu PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk) yang pernah berjaya dengan pendapatan Rp27,91 triliun pada 2017. Namun nasib TELE berakhir pahit dengan pailit di tahun 2020 akibat gagal bayar Rp3,2 triliun. Kini, dengan restrukturisasi, pendapatan TELE hanya Rp1,86 triliun per September 2024.
Para analis pasar memandang skeptis langkah Bukalapak ini. Hans Kwee, ekonom dan praktisi pasar modal, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa strategi ini mungkin hanya akan mengulang pola “bakar uang” yang berujung kerugian. Terlebih, pasar voucher digital sudah dipenuhi pemain besar seperti bank dan fintech.
Dengan sisa dana Rp9,8 triliun, Bukalapak seolah mengangkat bendera putih dalam pertarungan marketplace melawan TikTok, Tokopedia, dan Shopee. Meski transaksi digital terus berkembang, persaingan dalam industri ini sangatlah ketat, seperti yang diungkapkan Nafan Aji dari Mirae Asset Sekuritas.
Pertanyaannya kini: Akankah Bukalapak mampu bangkit dengan fokus baru ini, atau justru mengikuti jejak TELE yang pernah berjaya namun kemudian memudar?