INVERSI.ID – Para hakim di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia melaksanakan aksi cuti bersama. Aksi ini menjadi bentuk perjuangan mereka untuk kesejahteraan serta perlindungan profesi hakim yang selama ini mereka rasa kurang memadai pada hari ini, Senin, 7 Oktober 2024.
Aksi tersebut berpusat di Jakarta dan direncanakan berlangsung hingga 11 Oktober 2024, dengan beberapa pertemuan penting bersama pimpinan Mahkamah Agung (MA), Pimpinan Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), serta Menteri Hukum dan HAM. Pembagian tim dalam audiensi juga dilakukan, di mana tim pertama akan bertemu dengan Pimpinan MA dan IKAHI di Gedung Mahkamah Agung, sementara tim kedua akan beraudiensi dengan Menkum HAM di Gedung Kementerian Hukum dan HAM.
Menurut Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid, aksi ini bertujuan untuk membuka dialog antara para hakim dengan para pemangku kepentingan terkait isu kesejahteraan dan perlindungan profesi. Salah satu agenda penting dalam audiensi tersebut adalah penyerahan Draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim, yang mereka harapkan bisa segera direvisi.
Tuntutan Utama Solidaritas Hakim Indonesia
Selain RPP tersebut, Solidaritas Hakim Indonesia juga membawa tiga tuntutan utama dalam aksi ini:
Pengesahan RUU Jabatan Hakim
Para hakim mendesak adanya landasan hukum yang kuat dan independen untuk profesi hakim melalui pengesahan Undang-Undang Jabatan Hakim. Hal ini diharapkan dapat memperkuat posisi dan wibawa hakim dalam menjalankan tugas-tugasnya di pengadilan.
Baca Juga: Ronald Tannur Dibebaskan, Pengacara Korban Gercep Akan Laporkan Hakim ke KY
Pengesahan RUU Contempt of Court
Tuntutan kedua adalah pengesahan undang-undang yang melindungi para hakim dari segala bentuk penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court). RUU ini dipandang penting untuk menjaga independensi pengadilan dari intervensi atau ancaman pihak luar yang dapat mempengaruhi proses peradilan.
Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Keamanan Hakim
Tuntutan ketiga adalah penerbitan peraturan pemerintah yang menjamin keamanan fisik dan psikologis hakim dalam menjalankan tugasnya. Para hakim sering menghadapi ancaman atau serangan selama atau setelah menangani suatu kasus, sehingga perlindungan lebih lanjut dirasa sangat mendesak.