Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengunjungi Korea Utara pada Selasa, 18 Juni 2024, untuk bertemu dengan pemimpin Kim Jong Un. Kunjungan ini adalah yang pertama bagi seorang Presiden Rusia dalam 24 tahun terakhir, menandakan pentingnya pertemuan ini di tengah situasi geopolitik yang cepat berubah.
Setelah Perang Dunia Kedua, Korea Utara menjalin hubungan dekat dengan Uni Soviet. Namun, setelah Uni Soviet runtuh pada tahun 1991, Korea Utara kehilangan pendukung utama, yang menyebabkan kelaparan besar pada dekade tersebut.
Pada tahun 2000, tak lama setelah menjadi presiden, Putin berusaha memperbarui hubungan dengan mengunjungi Pyongyang untuk bertemu dengan ayah Kim, pemimpin saat itu, Kim Jong Il. Putin menjadi pemimpin Rusia pertama yang melakukan kunjungan tersebut.
Namun, pada pertengahan tahun 2000-an, Rusia sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB mendukung sanksi terhadap Korea Utara karena program nuklirnya.
Saat Kim Jong Un mengambil alih kekuasaan pada tahun 2011, ia awalnya berusaha menyeimbangkan hubungan antara Rusia dan China, sekutu historis Korea Utara. Namun, hubungan Korea Utara dengan Rusia semakin erat.
Pada tahun 2012, Moskow menghapus sebagian besar utang Korea Utara, dan Kim Jong Un melakukan perjalanan ke Vladivostok pada tahun 2019 untuk bertemu Putin.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, Rusia semakin terisolasi dan mencari sekutu baru. Tahun lalu, Kim melakukan perjalanan luar negeri dengan kereta antipeluru untuk bertemu Putin di pelabuhan antariksa Rusia.
Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Ukraina menuduh Korea Utara mengirim senjata ke Rusia untuk digunakan dalam perang di Ukraina, yang melanggar sanksi PBB. Korea Utara disebut-sebut menerima bantuan teknis untuk program satelitnya sebagai imbalan, meskipun Korea Utara membantah klaim ini.
Kim Jong Un juga meningkatkan pengujian senjata, termasuk peluncuran rudal jelajah yang menurut analis mungkin dipasok ke Rusia untuk perang di Ukraina. Pertemuan dengan Putin akan meningkatkan status internasional Korea Utara dan memperkuat legitimasi Kim di dalam negeri. Meskipun Rusia tidak dapat menggantikan China secara ekonomi, pertemuan ini menunjukkan bahwa “Pyongyang memiliki pilihan”.