INVERSI.ID – Perbedaan aspek budaya menjadi tantangan terbesar di dalam proses merger tiga anak perusahaan bank BUMN yang kini menjadi Bank Syariah Indonesia atau BSI. Hal itu terungkap dari Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk Hery Gunardi.
Hery mengutip Harvard Business Review yang menyebutkan bahwa sekitar 70-90 persen merger gagal selama fase integrasi.
Dia memandang, fase integrasi merupakan fase yang sulit mengingat setiap perusahaan biasanya membawa ego dan paham lama.
“Saya masih ingat, dulu ada satu bank di Jepang. Dan setelah diumumkan merger, waktu integrasinya susah. Kenapa? Karena masing-masing membawa ego, membawa pola lama dan paham lama,” kata Hery saat diskusi buku “Mega Merger in The Pandemic Era” di Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024, seperti dilansir dari Antara.
Baca Juga: Waspada, Menteri PPPA Ingatkan Perempuan dan Anak Rentan Alami Kekerasan di Ranah Online
Maka, kata dia, harus dibuat suatu kebijakan (policy) dan langkah aksi (action) yang lebih cermat. Saat proses tiga bank syariah milik Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) menjadi BSI, Hery mengakui bahwa aspek perbedaan budaya setiap bank menjadi tantangan yang dikhawatirkan.