Apa Itu Kotak Kosong?
“Kotak kosong” muncul ketika hanya ada satu pasangan calon kepala daerah dalam pemilu. Ini bukan berarti ada kotak suara yang kosong, melainkan pilihan bagi pemilih yang tidak ingin memilih satu-satunya calon yang tersedia. Pilihan ini pertama kali muncul dalam Pilkada 2015.
Oleh karena itu, daerah dengan satu pasangan calon tetap bisa mengikuti Pilkada serentak. Sejak 2015, tren “kotak kosong” dalam Pilkada terus meningkat. Pada 2015 hanya ada tiga “kotak kosong”, naik menjadi sembilan pada 2017, 16 pada 2018, dan 25 pada 2020.
Fenomena calon tunggal sering terjadi ketika mayoritas partai politik di suatu daerah memutuskan berkoalisi mendukung satu pasangan calon saja. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 membuka peluang bagi partai politik untuk mengajukan calon tanpa harus berkoalisi, menurunkan ambang batas pencalonan di tengah tren koalisi besar di berbagai daerah.
Baca Juga: PDIP Resmi Usung Risma-Gus Han pada Pilkada Jatim 2024
Peta politik nasional yang didominasi oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus tampaknya juga memengaruhi daerah-daerah untuk mencapai kemenangan serupa. Fenomena “kotak kosong” ini dapat menciptakan situasi yang kurang ideal bagi pemilih.
Meskipun memilih “kotak kosong” adalah hak setiap pemilih yang tidak setuju dengan calon yang diajukan, ruang demokrasi yang sehat seharusnya menyediakan lebih banyak pilihan calon yang dapat bersaing secara adil berdasarkan program yang mereka tawarkan.
*Ayo ikuti Inversi.id di Google News untuk mendapatkan informasi yang update seputar dunia hiburan, lifestyle, hingga berbagai berita menarik lainnya.