Di sisi lain, menurut studi yang berbeda, “ternyata kita per orang di Indonesia menyumbang sebesar 115 sampai 185 kilogram sampah makanan per orang per tahun. Kalau dikonversi, emisinya 1.700 metrik ton,” jelas Ifan lagi.
Angka-angka dari studi-studi di atas memperlihatkan ketidakadilan dan ketidakefektifan pangan di Indonesia. “Masih banyak daerah yang rentan, rawan pangan, sementara di satu sisi kita ternyata membuang-buang makanan sebanyak ini,” ujar Ifan.
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), isu ketahanan pangan diuraikan di beberapa poin. “Tapi dua yang utama adalah pertama di agenda transformasi ekonomi, bagaimana kita perlu meningkatkan produktivitas ekonomi kita, salah satunya melalui peningkatan produktivitas sektor pertanian. Kemudian ketahanan sosial, budaya, dan ekologi, ini lebih banyak tentang ketahanan pangan,” katanya.
RPJPN juga memuat topik keberlanjutan produksi pangan yang mencakup pertanian konservasi yang adaptif, pangan lokal, pangan akuatik sebagai salah satu sumber pangan baru kita, dan juga sumber-sumber nutrisi yang lebih sesuai dengan potensi lokal. “Kemudian yang terakhir itu tata kelola sistem pangan,” imbuh Ifan.
Baca juga: Program Makan Bergizi Gratis Telan Anggaran Rp800 Miliar per hari
Dia menegaskan bahwa RPJPN bersifat sangat makro dan hanya mencantumkan arah-arah kebijakan besar. “Secara detail, secara yang lebih operasional, [RPJPN] itu akan diterjemahkan di RPJMN [Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional] yang sifatnya lima tahunan dan lebih operasional lagi dengan budget yang lebih fix itu akan ada di rencana pembangunan yang sifatnya tahunan.”
Ifan juga menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan melakukan regionalisasi sistem pangan. “Nggak lagi yang sifatnya nasional, tapi lebih lokal. Sesuai dengan potensi lokalnya, kearifan lokalnya, dan keanekaragaman pangannya.”