Polri mengungkap bahwa mayoritas bandar judi online yang beroperasi di Indonesia dikendalikan dari kawasan Mekong, seperti China, Myanmar, Laos, dan Kamboja.
“Pelakunya kebanyakan organize ya, karena ini merupakan transnational organized crime, para pelakunya adalah para kelompok-kelompok organized crime yang mengoperasikan perjudian online ini dari Mekong Region Countries. Mekong Region Countries itu adalah Cambodia, Laos, dan Myanmar,” ujar Kepala Divisi Hubungan Internasional (KadivHubinter) Polri Irjen Pol. Krishna Murti.
Krishna menyatakan bahwa menangkap bandar utama bisnis judi online ini tidak mudah. Menurutnya, bahkan pemerintah di negara-negara tersebut juga mengalami kesulitan dalam memberantas aktivitas ini.
Ia menjelaskan bahwa judi online mulai marak di Indonesia sejak pandemi COVID-19. Perjudian ini berkembang ke berbagai wilayah, bahkan sampai ke Amerika, dan merekrut operator-operator warga negara untuk menjadi target pasar mereka.
Baca Juga: Menkominfo Putus Internet ke Kamboja dan Filipina untuk Berantas Judi Online
Krishna memberikan contoh bahwa kelompok perjudian yang ingin mengembangkan bisnisnya di Indonesia akan merekrut orang-orang Indonesia.
“Ratusan orang diberangkatkan, direkrut dari Indonesia diberangkatkan ke tiga negara tersebut, kemudian melakukan kegiatan operator dengan tentunya diorganisir oleh kelompok mafia-mafia yang sudah mengendalikan judi tersebut,” kata Krishna.
Polri, khususnya Bareskrim, dengan dukungan Divisi Hubungan Internasional, telah melakukan operasi bersama kepolisian negara lain untuk menanggulangi dan menegakkan hukum, serta mencegah pengiriman warga negara Indonesia menjadi operator judi online atau penipuan online.
“Kami beberapa kali melakukan pencabutan beberapa paspor kemudian pembatasan, cekal, cegah untuk berangkat keluar beberapa kelompok yang ditengarai akan berangkat ke negara-negara lain untuk dipekerjakan sebagai pelaku operator judi,” tambahnya.
Baca Juga: Profil dan Biodata Gelandang Persib Levy Clement Madinda Fokus Menang di Kandang
Menurut Krishna, warga negara Indonesia yang dipekerjakan tersebut dijanjikan gaji yang cukup, namun jika tidak mencapai target, mereka akan menerima sanksi.
