INVERSI.ID – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan perombakan kabinet atau reshuffle kabinet dengan mengganti beberapa menteri, termasuk Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) yang sebelumnya dijabat oleh Yasonna Laoly, dengan politikus Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang merupakan partai Yasonna Laoly, menyatakan kecurigaan terhadap motif di balik perombakan ini.
Meskipun demikian, PDIP tidak mempermasalahkan keputusan tersebut dan percaya bahwa masyarakat bisa menilai sendiri alasan di balik reshuffle ini.
Baca Juga: Ini Susunan Kabinet Jokowi Terbaru Usai Yasonna Laoly Kena Reshuffle Digantikan Supratman
“Penunjukan itu hak prerogatif presiden, kami tidak mempermasalahkan hal tersebut tapi saya rasa masyarakat bisa menilai ada semacam cukup janggal dan tidak pernah sepertinya terjadi sebelum-sebelumnya pergantian menteri ini dilakukan kurang lebih dari dua bulan di masa presiden akan berakhir,” ujar Juru Bicara PDIP, Chico Hakim, pada Senin, 19 Agustus 2024.
Dalam pernyataan terpisah, Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, berpendapat bahwa Jokowi tidak memiliki alasan yang jelas untuk mencopot Yasonna. Deddy menduga keputusan tersebut diambil untuk kepentingan pribadi Jokowi.
“Secara umum saya melihat Presiden Jokowi sedang bermain politik kotor kekuasaan untuk mengamankan kepentingan dan posisi politik dinastinya. Sebab tidak ada alasan etis, substansial, teknis-birokratis yang bisa menjelaskan reshuffle jelang dua bulan lengser. Menurut saya Jokowi sedang mempersiapkan langkah-langkah menghadapi Prabowo selama lima tahun ke depan,” ujar Deddy.
Deddy juga menyinggung isu revisi Undang-Undang MPR/DPR/DPRD/DPD (MD3) yang mungkin terkait dengan pergantian Yasonna. Dia juga mengaitkan reshuffle ini dengan dinamika yang terjadi di Partai Golkar.
“Penggantian Menkumham Yasonna Laoly adalah murni agenda politik untuk meloloskan UU MD3 guna mencapai tiga tujuan. Pertama, agar Partai Golkar yang sudah dalam kendali Jokowi dalam posisi kuat karena bisa menguasai legislatif dari DPR RI hingga provinsi dan DPRD kabupaten/kota,” jelas Deddy.