Ciri Khusus dan Siklus Megathrust
Menurut Rahma, gempa megathrust memiliki ciri khusus yang siklusnya berulang. “Dari 15 segmen megathrust ini, kita punya sejarah 20 tahun yang lalu persis tahun 2004, kita mengalami gempa megathrust di Aceh,” ujarnya.
Selain gempa Aceh, kata Rahma, gempa megathrust juga dialami di Pangandaran, Jawa Barat dan Pulau Nias, Sumatera Utara pada 2006 dan Pacitan, Jawa Timur pada 1994 silam.
Baca : Jelang Kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia, TNI-Polri Kerahkan 9.030 Personel
“Megathrust ini gempa yang siklusnya berulang, jadi memang potensi ke depan itu untuk megathrust ya dia akan ada, dan akan berulang. Tapi, mungkin memang periode waktunya cukup panjang ya,” ungkap dia.
Penduduk Padat Risiko Besar Jumlah Korban
Lebih lanjut Rahma memaparkan bahwa dalam hal risiko terbesar, tidak hanya dipengaruhi dengan skala magnitudo yang besar. Melainkan juga dipengaruhi dengan seberapa banyak penduduk yang terdapat dalam kawasan di segmen-segmen tersebut.
Baca juga: BI dan Otoritas Keuangan Kawasan Asia Timur dan Pasifik Bahas Sistem Keuangan Global
“Artinya, kalau kita mempertemukan skala gempa megathrust yang besar dengan penduduk yang paling padat, maka risikonya menjadi lebih tinggi di Pulau Jawa ini,” jelas Rahma.
Dia juga menegaskan bahwa megathrust bukanlah sebuah bencana. Melainkan merupakan fenomena alam yang pasti terjadi, karena fluktuasi dan revolusi bumi yang mengakibatkan dinamika alam.
Baca juga: Rupiah Berkonsolidasi, Pasar Menunggu Data Tenaga Kerja AS
Untuk itu, Rahma mendorong kepada seluruh masyarakat Indonesia, baik para pemangku kepentingan terkait maupun seluruh warga untuk bersama-sama memperkuat diri untuk bisa beradaptasi dan mengantisipasi fenomena gempa megathrust. Hal ini sebagai upaya mitigasi diri dari bencana besar, yang dapat menyelamatkan banyak nyawa manusia.