Sejarah Sidang Isbat
Sidang isbat pertama kali digelar pada tahun 1950 dengan melibatkan para ulama dalam penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Dalam sidang isbat tersebut, menteri agama mendengarkan paparan dari para ulama dan organisasi massa Islam. Pada tahun 1972, Departemen Agama membentuk Badan Hisab Rukyat (BHR) untuk menyeragamkan pelaksanaan hari raya Islam.
BHR dipimpin oleh pakar ilmu falak dari Muhammadiyah, Sa’adoeddin Djambek. Badan tersebut bertugas menentukan hari-hari besar Islam dan hari libur nasional, serta menyeragamkan awal bulan Hijriah yang berhubungan dengan ibadah seperti 1 Ramadhan, 1 Syawal (Idul Fitri), dan 10 Zulhijjah (Idul Adha).
Selain itu, BHR memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perbedaan pendapat terkait pandangan ahli hisab dan rukyat. Nama Badan Hisab Rukyat kemudian diubah menjadi Tim Hisab dan Rukyat, dan kemudian menjadi Tim Unifikasi Kalender Hijriah.
Baca Juga: Profil dan Biodata Gelandang Persib Levy Clement Madinda Fokus Menang di Kandang
Dasar hukum sidang isbat tersebut tercantum dalam Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pengadilan agama memberikan isbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan dalam tahun Hijriyah.
Sejak tahun 2013, Kemenag telah mulai mengundang sejumlah duta besar negara sahabat untuk mengikuti sidang isbat.