Habiburokhman menilai apa yang disampaikan dalam film tersebut tidak argumentatif dan tendensius. Dirinya juga meminta masyarakat tidak terprovokasi atas narasi dalam film tersebut.
“Ini tindakan-tindakan mereka yang menyampaikan informasi yang sangat tidak argumentatif, tetapi tendensius untuk menyudutkan pihak tertentu,” kata dia.
Baca juga: Momen Jokowi Momong Cucu Saat Gibran Lakukan Kampanye Terakhir di GBK
Habiburokhman mengatakan ada 3 hal yang disorot dalam film tersebut. Pertama terkait soal penunjukan Penjabat Kepala Daerah yang dikaitkan dengan suara dalam pilpres yang menurutnya tidak ilmiah.
“Narasi ini sangat tak ilmiah ya dan sangat tak masuk akal. Susah sekali kita mencernanya. Bagaimana misalnya disebut Pak Jokowi menunjuk 20 Pj kepala daerah, jumlah penduduknya katanya lebih dari 50 persen lalu dikaitkan dengan istilahnya orkestrasi pemenangan salah satu paslon,” katanya.
Dirinya juga menyoroti pernyataan dari tokoh lainnya di film tersebut yang menyebutkan banyak terjadi kecurangan dalam pemilu kali ini. Dirinya menilai ucapan itu tidak berdasar karena tidak disebutkan peristiwa kecurangannya di mana.
“Pernyataan ini benar-benar tidak berdasar, tidak disebut peristiwa kecurangan yang mana, peristiwa yang mana, apa buktinya. Bagaimana status pelaporannya, dan bagaimana status penanganan perkaranya. Kan kalau kita bicara soal kecurangan harus faktual,” ungkapnya.
Terakhir yang disorotinya adalah soal tudingan APDESI yang digunakan untuk memenangkan paslon tertentu. Menurutnya hal itu juga tidak mendasar.
“Intinya mengatakan soal kepala desa, APDESI yang dikatakan kepala desa digunakan untuk memenangkan paslon tertentu. Nah ini juga nggak berdasar, karena tidak disebut di kasus mana kepala desa ini sudah kerja, lalu memastikan warga di desanya memilih Paslon tertentu. Bagaimana caranya,” sebutnya.
Baca juga: Memasuki Masa Tenang Pemilu 2024, PDIP Ngaku Bakal Siaga Penuh
Habiburokhman menduga bahwa film itu disengaja diluncurkan pada masa tenang. Hal itu dilakukan karena elektabilitas paslon nomor 2 sudah diatas 50 persen.
“Nah ini karena mungkin Elektabilitas Prabowo-Gibran terus meroket, bahkan sudah tembus batas psikologis aturan 50 persen plus satu suara, maka dilakukan cara-cara yang ini. Kami yakin (film) ini pasti nggak laku, di hati rakyat,” ungkapnya.