Menko Polhukam sekaligus bakal calon wakil presiden (cawapres) Mahfud MD mengungkapkan bahwa ke depannya hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang terlibat dalam konflik kepentingan tidak boleh ikut memutuskan suatu perkara atau permohonan uji materi.
Hal itu disampaikan oleh Mahfud MD di Jakarta pada Senin, 23 Oktober 2023. Mahfud MD mengatakan dalam pengadilan ada asas-asas yang sebenarnya.
“Dalam pengadilan itu ada asas-asas sebenarnya, misalnya, yang paling terkenal itu kalau suatu perkara terkait dengan kepentingan diri sendiri, keluarga, punya ikatan kekeluargaan maupun hubungan kepentingan politik, itu hakim tidak boleh mengadili,” kata Mahfud MD.
Hakim Harus Bebas dari Seluruh Konflik
Dikutip dari Antara, untuk menjawab pertanyaan dari wartawan soal uji materi soal usia capres-cawapres yang belum lama ini diputuskan oleh MK, ia menjelaskan hakim harus bebas dari seluruh konflik kepentingan karena itu bagian dari asas-asas dan prinsip penegakan hukum.
Oleh karena itu, Mahfud MD pun melanjutkan bahwa situasi semacam ini ke depannya tidak boleh terjadi lagi.
“Ini menjadi pelajaran bagi kita semua agar ke depan itu tidak boleh terjadi lagi,” lanjut Mahfud MD.
Terlepas dari itu, dia menyampaikan manakala majelis hakim telah mengeluarkan putusan, maka itu menjadi keputusan hukum yang final dan mengikat.
“Putusan MK itu sudah dijatuhkan dan sudah mengikat. Apapun isinya tetap harus dilaksanakan,” kata Mahfud, yang saat ini masih aktif menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI.
Baca Juga: Profil dan Biodata Gelandang Persib Levy Clement Madinda Fokus Menang di Kandang
Proses Pemeriksaan Etik
Dalam kesempatan itu, Mahfud MD pun meminta agar masyarakat mengikuti proses pemeriksaan etik yang berjalan kepada para hakim, terutama mereka yang diduga melanggar etik.
“Sekarang ini sedang berproses di Majelis Kehormatan (MK),” tambahnya.
Mahkamah Konstitusi mengumumkan pembentukan Majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk menerima dan menangani dugaan pelanggaran etik hakim MK yang dilaporkan oleh masyarakat.
Dalam rapat permusyawaratan hakim, MK memutuskan menunjuk tiga nama, yaitu Prof. Jimly Asshiddiqie (mewakili kelompok masyarakat) Bintan Saragih (kelompok akademisi), dan Wahiddudin Adams (hakim konstitusi) untuk bertugas dalam Majelis Kehormatan MK.
Baca Juga: Fakta-Fakta Oklin Fia, Selebgram yang Viral Jilat Batang Es Krim
Aduan Pelanggaran Kode Etik soal Putusan Perkara
Bahkan sejauh ini, MK telah menerima beberapa aduan pelanggaran kode etik terkait putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Dalam putusan itu, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Hasilnya, MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, yang menjadikan Pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi: “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Tentunya keputusan MK terkait batas minimal usia capres-cawapres menjadi sorotan publik mengingat hasilnya dapat memengaruhi bursa cawapres yang maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Putusan MK itu dinilai membuka jalan bagi putra sulung Presiden RI Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka (usia 36 tahun), diusung sebagai calon wakil presiden.