INVERSI.ID– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa piutang pembiayaan melalui skema Buy Now Pay Later (BNPL) mencapai Rp7,99 triliun per Agustus 2024, meningkat 89,20 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Rasio pembiayaan macet atau Non-Performing Financing (NPF) gross tercatat berada di posisi 2,52 persen, turun dari 2,82 persen pada Juli 2024.
Hal ini menunjukkan peningkatan yang signifikan pada penggunaan skema BNPL yang tetap terjaga kualitas pembiayaannya.
“Piutang pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan meningkat dalam kondisi terjaga di posisi 2,52 persen,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya OJK, Agusman dalam keterangannya Kamis (3/10).
Baca juga: Tren Belanja Online Naik di Tokopedia dan ShopTokopedia
Agusman, menjelaskan bahwa aturan terkait BNPL sedang dalam tahap kajian. Beberapa aspek yang dikaji termasuk persyaratan perusahaan pembiayaan, perlindungan data pribadi, sistem keamanan, serta manajemen risiko.
Selain BNPL, pembiayaan melalui fintech Peer-to-Peer (P2P) lending juga mengalami peningkatan, mencapai Rp72,03 triliun per Agustus 2024, atau naik 35,62 persen secara tahunan.
Tingkat Wanprestasi Pinjaman (TWP90), yang mengukur kredit macet, juga membaik menjadi 2,38 persen dari 2,53 persen pada Juli 2024.
Baca juga: Tren Belanja Online Naik di Tokopedia dan ShopTokopedia
Meskipun pertumbuhan signifikan terlihat di sektor fintech, OJK mencatat adanya tantangan terkait kewajiban ekuitas minimum.
Hingga Agustus 2024, enam dari 147 perusahaan fintech P2P lending belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp100 miliar, sementara 16 dari 98 penyelenggara P2P lending masih belum memenuhi ekuitas minimum Rp7,5 miliar.
Untuk itu, OJK terus memantau dan mengambil langkah-langkah seperti peningkatan modal melalui injeksi dari pemegang saham atau strategic investor, untuk memastikan pemenuhan kewajiban tersebut.
Baca juga: SMF Biayai 10 homestay di Pahawang Senilai Rp600 Juta
“OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan terkait progress action plan upaya pemenuhan kewajiban ekuitas minimum dimaksud berupa injeksi modal dari pemegang saham, maupun dari strategic investor lokal/asing yang kredibel, termasuk pengembalian izin usaha,” ungkap Agusman.