Nilai Tukar Rupiah pada Level Rp16.000 Sebagai Bantalan Defisit dan Cadang Devisa
Sri Mulyani mengusulkan nilai tukar rupiah ditetapkan pada level Rp16.000. Hal itu bertujuan untuk memberikan bantalan yang lebih baik terhadap defisit transaksi berjalan (current account deficit) tahun 2025 serta cadangan devisa.
Baca juga: IHSG Terkoreksi Terbatas, Ini Rekomendasi Saham Pilihan Kamis (29/8)
Usulan itu yang kemudian disepakati oleh Komisi XI dan Gubernur BI, Perry Warjiyo. Ia menyebut target nilai tukar rupiah oleh BI merupakan nilai fundamental rupiah yang belum mempertimbangkan kondisi geopolitik.
“Kalau Bu Menteri menyampaikan kondisi geopolitik bisa naik turun dan karenanya perlu ada kehati-hatian di atas nilai fundamentalnya, tinggal diukur saja dari Rp15.700 per dolar AS ditambah berapa untuk nilai kehati-hatiannya,” papar Perry.
Pemerintah dan DPR Sepakat Suku Bunga SBN 10 tahun Pada Level 7 Persen
Di samping nilai tukar rupiah, asumsi makro lain yang juga sempat diperdebatkan adalah suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun. Pemerintah mematok level 7,1 persen dalam RAPBN 2025, sementara DPR meminta angkanya ditekan hingga ke 6,9 persen.
Melalui rapat hari ini, Pemerintah dan DPR menyepakati suku bunga SBN 10 tahun berada pada level 7 persen.
Baca juga: IHSG Hari Ini, Kamis (29/8) Diproyeksikan Melaju Hingga ke Level 7750
Dengan demikian, kesepakatan asumsi makro untuk tahun depan yaitu pertumbuhan ekonomi 5,2 persen, inflasi 2,5 persen, nilai tukar rupiah Rp16.000 per dolar AS, serta suku bunga SBN 10 tahun 7 persen.
Kemudian, sasaran pembangunan disepakati dengan rincian pengangguran terbuka 4,5-5 persen, kemiskinan 7-8 persen, kemiskinan ekstrem 0 persen, rasio gini 0,379-0,382, dan indeks modal manusia 0,56. Target ini sama dengan yang tercantum dalam RAPBN 2025.