Perkumpulan aktivis LGBT se-ASEAN di Jakarta akhirnya pindah lokasi imbas ditolak Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga polisi turun tangan usut tuntas acara yang bertemakan ‘ ASEAN Queer Advocacy Week’.
Acara ASEAN Queer Advocacy Week tersebut, diketahui berdasarkan keterangan resmi dari penyelenggara bernama ASEAN SOGIESC. Pihak ASEAN SOGIESC mengaku mendapatkan ancaman dan kecaman dari banyak pihak setelah rencana acara terpublikasi.
Polisi Turun Tangan
Menanggapi bakal adanya acara perkumpulan LGBT di Jakarta, polisi akhirnya turun tangan untuk menyelidiki cara ASEAN Queer Advocacy Week tersebut.
Acara perkumpulan aktivis LGBT se-ASEAN di Jakarta, menurut rencana bakal digelar pada 17 Juli hingga 21 Juli 2023.
Masih dalam acara perkumpulan aktivis LGBT se-ASEAN di Jakarta, pihak panitia tidak menyebutkan lokasi tepatnya acara yang berlangsung selama lima hari itu gelar, meski telah mengumumkan Jakarta sebagai lokasi acara.
“Apakah kalian aktivis queer yang berbasis di Malaysia, Thailand, Laos, Singapura, dan negara lain di Asia Tenggara? Mari bergabung bersama kami dalam ASEAN Queer Advocacy Week (AAW) Juli ini,” kata ASEAN SOGIE Caucus dalam pengumuman di Instagram, @aseansoegicaucus.
Di Indonesia komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender, dianggap sebagai prilaku yang menyimpang dan bertentangan dengan agama hingga Pancasila sebagai dasar negara. Selain itu, para komunitas yang tergabung dalam LGBT juga dianggap jauh dari kenormalan seorang manusia pada umumnya.
Penolakan MUI
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI Pusat) Cholil Nafis dengan tegas menolak soal rencana bakal ada perkumpulan aktivis LGBT se-ASEAN di Jakarta, dan ungkapkan jangan sampai hal ini dianggap normal.
Berdasarkan unggahan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI Pusat) di akun Twitter pribadinya, @cholilnafis, mengatakan para aktivis LGBT ini bertentangan dengan agama, Pancasila, dan kenormalan seorang manusia.
“Astaghfirullah. Ini sdh menyimpang terus masih mengampanyekan lagi. Saya selamanya menolak penyimpangan ini, khususnya di Indonesia,” kata Cholil Nafis.
“Jangan sampai dianggap normal apalagi dilegalkan. Ini bertentangan dg agama, Pancasila dan kenormalan manusia. Tolak!,” lanjut Ketua Umum MUI Pusat.