Ketakutan Jokowi di Ujung Masa Jabatan
Jelang berakhirnya masa jabatan sebagai Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) sempat menyatakan ketakutannya terhadap kondisi ekonomi Indonesia. Salah satu kekhawatiran tersebut adalah peredaran uang yang semakin kering di tengah tren pertumbuhan ekonomi RI sekitar 5%.
Jokowi menilai persoalan ini muncul karena Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) menerbitkan terlalu banyak instrumen keuangan, seperti Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).
“Jangan semuanya ramai membeli yang tadi saya sampaikan ke BI maupun SBN meski boleh-boleh saja tapi agar sektor riil bisa kelihatan lebih baik dari tahun yang lalu,” ujar Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, beberapa waktu yang lalu.
Baca Juga: Profil dan Biodata Gelandang Persib Levy Clement Madinda Fokus Menang di Kandang
Data BI menunjukkan bahwa posisi M2 pada Desember 2023 tercatat sebesar Rp 8.824,7 triliun atau tumbuh 3,5% yoy. Pertumbuhan ini jauh berbeda dengan kondisi pada September yang masih mencapai angka 6% yoy.
Salah satu faktor penyebabnya adalah pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK). Per Desember 2023, DPK hanya tumbuh 3,8% yoy menjadi Rp 8.234,2 triliun, sedangkan kredit naik 10,38% yoy menjadi Rp 7.044,8 triliun.
Meskipun pertumbuhan DPK sudah lebih tinggi dibandingkan dengan November 2023 (3,04%) dan Oktober 2023 (3,43%), namun jika dilihat dari posisi per Desember atau akhir tahun, pertumbuhan tersebut adalah yang terendah dalam 24 tahun terakhir.
Di sisi lain, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bahwa likuiditas perbankan masih cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan kredit.
“Likuiditas perbankan lebih dari cukup,” katanya.
Dia memastikan bahwa kebijakan likuiditas yang longgar akan terus dijalankan pada tahun 2024 untuk memastikan kelancaran penyaluran kredit dan pembiayaan.
Baca Juga: Biodata dan Profil Hasan Nasbi, Pendiri Lembaga Survei Cyrus Network
Perry juga mengingatkan bahwa likuiditas yang berlebihan sebaiknya tidak hanya digunakan untuk membeli dan menyimpan surat berharga negara (SBN).
“Kami pastikan likuiditas lebih dari cukup sepanjang perbankan juga mau merepokan SBN yang dimiliki tidak dikekepin,” kata Perry.