Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang kembali membuat pernyataan yang kontroversial dengan menyebut soal mazhab Karto Suwiryo.
Sebelumnya pernyataan dari Panji Gumilang juga jadi kontroversial yaitu menyebut soal mazhab Soekarno di depan pegawai Kantor Kementerian Agama Jawa Barat.
Hal itu dilihat dari video yang beredar hingga viral di media sosial. Dalam video itu, Panji Gumilang terlihat sedang berbincang dengan beberapa orang di sebuah ruangan.
Dalam video itu, Panji Gumilang terlihat mengenakan pakaian berwarna hijau. Panji Gumilang pun mengomentari viralnya mazhab Soekarno yang diterapkan di Ponpes Al Zaytun.
“Orang baru disentil mazhab Soekarno aja geger kan,” kata Panji, dilihat dari akun TikTok @alzaytun.indramayu.
Pernyataan Panji Gumilang soal Mazhab Karto Suwiryo
Kemudian beberapa orang yang ada di sekitar Panji Gumilang menanggapi pernyataan itu dengan senyuman. Panji pun membahas soal mazhab Karto Suwiryo.
“Apalagi disentil Mazhab Kartosuwiryo,” tambah Panji Gumilang, sambil menunjuk ke arah depan.
Dalam kesempatan itu, Panji Gumilang pun menjelaskan jika sesama muslim masih mencaci maki saudaranya, artinya itu belum Rahmatan Lil lamin.
Lebih lanjut, ia menjelaskan alasannya membiarkan hal tersebut karena nantinya masyarakat akan mengetahuinuya.
“Namun bagi kita biarkan saja. Itulah toleransi. Dan itulah damai. Ndak usah takut ribut-ribut,” tandasnya.
Sosok Karto Suwiryo
Setelah video itu viral, banyak yang penasaran dengan sosok Karto Suwiryo. Dikutip dari laman Wikipedia, Karto Suwiryo dengan nama lengkap Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo merupakan tokoh Islam Indonesia.
Sosok Karto Suwiryo ini dikenal mendirikan gerakan Darul Islam untuk melawan pemerintah Indonesia dari tahun 1949 hingga tahun 1962.
Karto Suwiryo bersama para pengikutnya bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia berdasarkan hukum syariah. Kemudian Kartosoewirjo memproklamirkan NII pada 7 Agustus 1949 dan diikuti di beberapa daerah terutama Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh.
Pemerintah Indonesia kemudian bereaksi dengan menjalankan operasi untuk menangkap Kartosoewirjo. Gerilya NII melawan pemerintah berlangsung lama.
Pemberontakan Kartosoewirjo berakhir ketika aparat keamanan menangkapnya setelah melalui perburuan panjang di wilayah Gunung Rakutak di Jawa Barat pada 4 Juni 1962.
Setelah itu, Pemerintah Indonesia kemudian menghukum mati Kartosoewirjo pada 5 September 1962 di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, Jakarta.