Calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto, menegaskan bahwa ia tidak berkeinginan untuk menjadi Presiden Republik Indonesia melalui tindakan kekerasan, dan singgung sikap Presiden Jokowi yang mengajaknya rekonsiliasi usai memenangkan Pilpres 2019 lalu.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Prabowo dalam acara Relawan Erick Thohir Alumni Amerika Serikat (ETAS) for 02 di Plaza Senayan, Jakarta, pada hari Senin, 22 Januari 2024.
“Saya waktu itu bener-bener bilang, daripada saya jadi presiden melalui jalan kekerasan, lebih baik saya enggak jadi presiden,” ujar Prabowo, dilansir dari Antara.
Awalnya, capres nomor urut 2 itu membahas tentang perpecahan pasca-pemilihan presiden (pilpres) tahun 2019. Namun, ia menyadari bahwa pada waktu itu pemahamannya belum mencapai titik yang ia pahami sekarang.
Baca Juga: Elektabilitas Capres 2024 Jelang Debat Keempat, Prabowo-Gibran Urutan Teratas
“Saya ngerti kenapa saya dua kali kalah. Ya mungkin waktu saya juga, terus terang saja belum sampai kepada pemahaman yang saya pegang sekarang. Dan pencerahan itu terjadi 2019, waktu saya kalah,” kata Prabowo.
Pria yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan), menceritakan pengalamannya saat kalah dalam pilpres 2019, di mana banyak pendukungnya yang tegang dan melakukan aksi di Jalan Thamrin, Jakarta.
“Saya datang ke situ melihat banyak korban dan sebagainya, ketegangan. Ada anak muda. Mungkin dia kena gas (air mata). Dia lihat saya. Dia teriak, ‘Pak Prabowo, Pak Prabowo, kami siap mati untuk Bapak,” ungkap capres yang diusung Koalisi Indonesia Maju.
“Di situ saya sadar bahwa situasi sudah tidak bagus. Dan di situ saya putuskan kalau anda cinta sama saya, anda harus pulang semua. Itu saya minta. Akhirnya, saya kira semuanya pulang,” tambahnya.