Kisah Pemilu 2024 versi Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun

By Syahrul Munir
9 Min Read
Ketua Umum PWI Pusat Hendry CH Bangun bersama Capres Paslon 02 Prabowo Subianto. (FOTO: Humas PWI Pusat)

Ketua Umum PWI Pusat Hendry CH Bangun mengatakan Pemilu Presiden 2024 merupakan pemilu pertama dengan menyandang status Ketua Umum PWI Pusat. Sebenarnya tidak ada hubungan langsung, tetapi jika menelusur lebih jauh ternyata ada kaitannya juga.

Sebab saat menyampaikan visi misi di Kongres PWI di Bandung, 25-26 September 2023 lalu, Ketum PWI Pusat menyatakan PWI akan terlibat dalam urusan bangsa dan negara, untuk ikut berkontribusi memberikan solusi, minimal pemikiran dan gagasan, dan kalau bisa berupa tindakan. Termasuk di hajat besar seperti Pemilu 2024 ini.

Keterlibatan ini sesuai dengan khittah, jati dirinya. Organisasi PWI dalam sejarahnya terlibat dalam perjuangan bangsa dan negara. Anggotanya wartawan, yang terkadang juga ikut dalam kancah pertempuran.

- Advertisement -

Dalam Kongres PWI 9-10 Februari 1946 di Solo, Jawa Tengah, mantan wartawan Kompas ini bercerita peserta yang hadir berbicara mengenai gagasan besar, bukan soal-soal remeh temeh. Indonesia sedang dalam kondisi dijajah kembali oleh Belanda, sebagian besar republik sudah mereka kuasai termasuk Jakarta sehingga ibukota pindah ke Yogyakarta.

Mereka yang dinilai kaum republiken, hidup dalam kondisi tertekan, terintimidasi, karena tidak ada penjajah di depan mata, tetap setia untuk mengabarkan melalui radio ke luar negeri dan konsolidasi perjuangan tentara dan rakyat ke berbagai penjuru Indonesia.

Kantor Harian Merdeka yang dikelola BM Diah rutin diteror, digeledah tentara NICA. Manai Sophiaan tidak leluasa menjalankan tugas jurnalistiknya di Makassar karena alasan serupa. Urusan percetakan dan pengadaan kertas koran dipersulit.

Tujuannya satu, agar berita-berita yang disiarkan untuk menyatakan Republik Indonesia masih eksis, dibungkam, dan timbul kesan Belanda sudah seutuhnya menggenggam Indonesia.

Baca juga: Jadwal Debat ke-5 Pilpres 2024 dengan Peserta Capres

Ada berbagai persoalan di dunia pers saat itu seperti banyak media tumbuh “bagai cendawan di musim hujan”, setelah Jepang berhenti menjajah Indonesia. Banyak media baru itu produk jurnalistiknya dipertanyakan, tidak bermutu.

Pengadaan jatah kertas untuk media belum rapi karena belum ada organisasi yang mengaturnya. Tetapi peserta kongres fokus untuk hal yang lebih penting, yakni bangsa dan negaranya.

Sebagaimana diberitakan Kedaulatan Rakyat terbitan 11 Februari 1946 dalam kongres ditegaskan bahwa,”Tiap wartawan Indonesia berkewajiban bekerja bagi kepentingan Tanah Air dan bangsa dengan senantiasa mengingat akan persatuan bangsa dan kedaulatan negara.”

Leave a comment