Inversi.id Lembaga survei LSI Denny JA dan SMRC kompak menilai calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo terjepit. Hal itu merujuk pada merosotnya perolehan survei Ganjar usai bersikap kritis ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman mengatakan Ganjar dalam posisi terjepit. Pasalnya pemilih yang puas dengan kinerja Presiden Jokowi ada yang beralih dukungan ke capres lain akibat mengkritik Presiden Jokowi.
“Kalau di survei kita pemilih yang puas terhadap Jokowi itu di survei sebelumnya masih besar di Pak Ganjar, sekarang ada penurunan,” kata Ikrama dalam diskusi Adu Perspektif detikcom bersama Total Politik, Rabu (22/11/2023).
“Walaupun memang angka migrasi belum pada titik mentok masih ada juga ceruknya di Pak Ganjar sebenarnya orang yang puas kepada Pak Jokowi masih banyak juga,” sambungnya.
Dia mengatakan Ganjar dan Mahfud harus berupaya berada di tengah. Dia menyebut Ganjar juga tak boleh membuang ceruk suara dari pendukung Jokowi.
“Posisi yang diperlukan oleh Ganjar-Mahfud adalah menarik ke tengah sekaligus tidak membuang ceruk yang dari kanan. Itu agak sulit memang dilematis, terjepit di antara suasana nuansa sedangkan hilal sudah mulai naik beberapa derajat di atas ufuk,” katanya.
Baca juga: Golkar Beri Surat Tugas jadi Calon Gubernur Sumut, Bobby Nasution Respon Begini
Hal yang sama disampaikan peneliti SMRC, Saidiman Ahmad. Ia mengatakan, sikap kritis PDIP dan Ganjar ke Jokowi tidak tepat. Apalagi, katanya, survei menunjukkan kepuasan publik terhadap Jokowi masih tinggi.
“Dalam posisi sekarang memang terjepit. Tapi sebenarnya cukup beralasan wajah PDIP dan Ganjar sekarang agak berubah menjadi lebih kritis. Sebenarnya kalau kita lihat kalkulasi politiknya mungkin sekarang terlihat kurang memungkinkan karena begitu populernya Pak Jokowi approval rating 75-80%. Dalam posisi itu berseberangan dengan pemerintah menjadi sangat tidak populer,” katanya.
Saidiman mengatakan dalam survei SMRC terbaru masih banyak publik yang belum mengetahui persoalan isu politik dinasti. Dia mengatakan hanya 38% publik yang menilai politik dinasti berbahaya bagi demokrasi.
“Kalau pengetahuan publik bertambah, ini bisa berbahaya buat calon yang dianggap publik didukung Pak Jokowi karena sentimen negatifnya bisa ke Pak Jokowi. Jadi apa yang dilakukan oleh PDIP dan Ganjar punya alasan, di tengah kesulitan itu dia harus keluar dari persoalan. Salah satu yang dia bisa keluar adalah ketika sentimen negatif itu diketahui publik,”tutur Saidiman.