INVERSI.ID – Di era digital ini, media sosial punya pengaruh besar, termasuk dalam menyebarkan informasi tentang kesehatan mental. Menurut Dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSP, media sosial telah meningkatkan kesadaran khususnya para remaja terkait dengan masalah kesehatan jiwa.
“Teknologi digital dan media sosial membuat isu kesehatan jiwa semakin dekat di genggaman dan kognitif anak-anak muda,” ujarnya dalam Media Briefing Kesehatan Jiwa di Restoran Beautika, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Meski membantu, kemudahan mengakses informasi kesehatan mental ini punya sisi negatif. Salah satunya adalah risiko misinformasi. Dr. Ray mengingatkan bahwa banyak konten di media sosial yang belum tentu valid.
“Tetapi yang perlu dikhawatirkan adalah adanya miskomunikasi atau misleading information. Awareness terhadap kesehatan jiwa meningkat karena konten-konten di media sosial,” jelasnya.
Fenomena yang sering terjadi adalah remaja cenderung melakukan self-diagnosis. Mereka mendiagnosis kondisi mentalnya sendiri hanya berdasarkan informasi dari konten singkat dan ringan di media sosial.
“Ini berbahaya karena konten seperti itu seringkali terlalu sederhana dan kurang mendalam,” tambahnya.
Kurangnya Pemahaman Mendalam
Meskipun topik kesehatan mental semakin populer di kalangan remaja, pemahaman mereka sering kali masih dangkal. Dr. Ray menekankan pentingnya mendapatkan informasi dari sumber yang berkualitas.
“Ini berkaitan dengan konten-konten yang dibuat singkat, ringan, dan cenderung ‘receh’ kalau pakai bahasa sekarang,” jelasnya.
“Justru ini tidak bagus, karena isu kesehatan jiwa semakin populer tapi belum mendasar pengetahuannya. Sumber informasi kesehatan jiwa jangan didapat dari konten receh, harusnya dari konten yang berkualitas,” sambungnya.
Menurutnya, guru dan orang tua punya peran penting dalam memastikan remaja mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan mental.
“Jadi perlu peran guru dan orangtua, agar anak mendapatkan asupan informasi yang valid,” tuturnya.