INVERSI.ID – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyampaikan tiga rekomendasi penting terkait pembangunan wilayah perbatasan. Salah satu isu yang diangkatnya adalah ketidakharmonisan antara dua undang-undang.
Dalam Pasal 9 UU No. 43 Tahun 2008, kata LaNyalla, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola dan memanfaatkan wilayah negara dan kawasan perbatasan. Namun, Pasal 361 UU No. 23 Tahun 2014 menetapkan bahwa pengelolaan kawasan perbatasan merupakan kewenangan pemerintah pusat.
“Selain harmonisasi UU Nomor 43 Tahun 2008 dengan UU Nomor 23 Tahun 2014, perlu juga segera dilakukan percepatan lahirnya Peraturan Pemerintah atas Undang-Undang 43 tahun 2008. Komite I DPD RI perlu memasukkan hal ini dalam agenda kerja periode mendatang,” tegasnya.
DPD RI terus fokus pada pembangunan daerah perbatasan, wilayah kepulauan, dan daerah tertinggal, terdepan, serta terluar (3T).
Untuk mempercepat pembangunan ini, Komite I DPD RI bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Tantangan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Perbatasan dalam Perspektif Otonomi Daerah” di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, pada 17 September 2024.
Baca Juga: LaNyalla Harap Semangat dan Keberanian Daud Yordan Dibawa ke DPD RI
Seminar tersebut dibuka langsung oleh Ketua DPD RI dan dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, dan Sekretaris BNPP Prof. Zudan Arif Fakrullah.
Para narasumber dalam acara tersebut antara lain Prof. R. Siti Zuhro (BRIN), Fachrul Razi (Ketua Komite I DPD RI), Sylviana Murni (Wakil Ketua Komite I DPD RI), dan Olly Dondokambey (Gubernur Sulawesi Utara sekaligus Ketua Asosiasi Pemerintahan Daerah Perbatasan). Moderator dalam diskusi adalah Yusuf Maulana, seorang peneliti dari Pusat Riset Politik BRIN.
Dalam pidatonya, LaNyalla menyoroti tiga rekomendasi penting yang perlu dilaksanakan terkait isu-isu mendasar dalam pembangunan daerah perbatasan. Rekomendasi pertama adalah harmonisasi antara UU No. 43 Tahun 2008 dan UU No. 23 Tahun 2014 agar kewenangan pengelolaan wilayah perbatasan lebih jelas.