Respons Amerika Serikat
Israel, yang dituduh melakukan serangan tersebut, menolak untuk memberikan komentar lebih lanjut. Militer Israel menyatakan bahwa mereka tidak merespons laporan dari pihak asing.
Sementara itu, pemerintah AS, sebagai sekutu terkuat Israel yang juga menganggap Hamas sebagai kelompok teroris, telah menyadari informasi mengenai kematian Ismail Haniyeh. Namun, mereka juga belum memberikan penjelasan lebih lanjut.
Hamas mengumumkan bahwa Haniyeh tewas setelah rumahnya diserang oleh Israel, meskipun detail mengenai bentuk serangan tersebut belum dijelaskan. Garda Revolusi Iran (IRGC) juga menyampaikan hal yang sama, namun mereka enggan berkomentar banyak karena masih dalam proses penyelidikan.
Pembunuhan ini terjadi tak lama setelah Israel dilaporkan menyerang markas Hizbullah di Beirut Selatan, yang menewaskan komandan senior mereka, Fuad Shukr. Israel menuduh Hizbullah bertanggung jawab atas serangan yang menewaskan 12 anak, tetapi Hizbullah, yang didukung Iran, membantah keterlibatan mereka.
Baca Juga: Hamas: Siap Perang Jangka Panjang dengan Israel dan Raih Kemenangan
Serangkaian peristiwa ini meningkatkan kekhawatiran akan perang antara Israel dan Hizbullah di Lebanon, serta kemungkinan meluasnya konflik di kawasan Arab. Situasi di Timur Tengah sudah semakin tegang setelah Israel melancarkan serangan di Gaza, yang mengakibatkan lebih dari 39.000 korban jiwa.
Ismail Haniyeh menjabat sebagai Kepala Biro Politik Hamas sejak 2017. Sebelumnya, ia adalah Kepala Hamas di Jalur Gaza dan pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Palestina. Sebagai salah satu figur tertinggi dalam Hamas, Haniyeh sering berada di luar Gaza untuk menghindari serangan dan blokade dari Israel, sambil tetap menjalin komunikasi dengan mitra Hamas seperti Qatar dan Iran.
Selama bertahun-tahun, Haniyeh terlibat dalam perundingan damai dengan mantan Presiden AS Jimmy Carter dan bertemu dengan para pemimpin dunia lainnya, termasuk Emir Qatar Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani, serta diplomat China Wang Kejian awal tahun ini.