INVERSI.ID – Siswa SMAN 3 Taruna Angkasa Jawa Timur berhasil meraih medali emas dalam ajang International Global Youth Invention and Innovation Fair (GYIIF) untuk kategori Innovation Science. Prestasi ini diraih berkat inovasi mereka yang memanfaatkan limbah pertanian berupa jerami dan bonggol jagung menjadi plastik biodegradable.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, Aries Agung Paewai, memberikan apresiasi atas ide kreatif tersebut. Menurutnya, inovasi ini menjadi solusi penting dalam mengatasi permasalahan sampah plastik yang sulit terurai.
“Ide inovatif seperti ini sangat dibutuhkan masyarakat. Selain membantu mengurangi limbah pertanian, juga menjadi solusi untuk mengurangi penggunaan plastik berbahan polimer yang sulit terurai,” ujarnya pada Selasa (21/1/2025).
Aries berharap para siswa terus mengembangkan penelitian mereka agar dapat menghasilkan inovasi yang semakin bermanfaat di masa depan. Ia juga menyoroti bahwa persoalan lingkungan yang dihadapi masyarakat ke depan akan semakin kompleks, sehingga ide-ide kreatif seperti ini sangat penting untuk dikembangkan.
Lebih lanjut, Aries menjelaskan bahwa inovasi ini selaras dengan kesiapan Indonesia dalam menghadapi Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan.
“Inovasi dari jerami dan bonggol jagung ini adalah langkah awal untuk penelitian lebih lanjut dalam pengembangan plastik biodegradable. Kami berharap produk ini dapat terus disempurnakan hingga siap dipasarkan,” tambahnya.
Proses Pembuatan Plastik Biodegradable dari Limbah Pertanian
Avesheina Abdurrazaq, ketua tim, menjelaskan bahwa alasan pemilihan jerami dan bonggol jagung sebagai bahan utama adalah karena Indonesia sebagai negara agraris menghasilkan banyak limbah pertanian.
Proses pembuatan plastik biodegradable ini dimulai dengan pengeringan limbah jerami dan bonggol jagung, kemudian dihaluskan menjadi serbuk. Selanjutnya, bahan tersebut ditimbang dan ditambahkan larutan NaOH 4 persen sebanyak 250 ml, disertai proses pemanasan.
Setelah itu, ditambahkan larutan HCl 1 persen sebanyak 40 ml, dilanjutkan dengan penetralan pH dan penambahan Na(OCl)2 sebanyak 20 ml untuk menghilangkan bau kaporit. Tahap akhir melibatkan penambahan plasticizer serta proses pencetakan dan pengangkatan sampel.
“Kami memerlukan waktu 10 bulan untuk menyelesaikan penelitian ini. Kami juga terus mengembangkan plastik ini agar lebih kuat namun tetap dapat terdegradasi dengan cepat,” jelas Avesheina.
Inovasi yang mereka beri nama Migutik ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan plastik berbahan polimer yang sulit terurai.
“Kami akan terus mengembangkan plastik Migutik ini sebagai kontribusi kami untuk mendukung visi pemerintah menuju Indonesia Emas 2045,” tutup Avesheina.
Selain Avesheina Abdurrazaq, tim inovasi ini juga terdiri dari Muhammad Farhan, Afflatus Felician Ceesar, Fahry Dimas Saputra, Najmah Maia Fairuz, dan Aghits Rafi.***