Nama Mbah Slamet ramai diperbincangkan di media sosial karena diciduk menipu hingga membunuh korban secara sadis.
Sebelumnya mbah Slamet terungkap membunuh korban berinisial PO (53) warga Sukabumi, Jawa Barat karena kesal terus ditagih menggandakan uang.
Korban dikubur di kebun Mbah Slamet di hutan Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Lantas siapa sosok dukun pengganda uang yang diketahui bernama Mbah Slamet? Berikut penjelasannya.
Sosok Mbah Slamet
Mbah Slamet alias Slamet Tohari diketahui berumur 45 tahun. Ia diketahui sebagai dukun pengganda uang di Banjarnegara, Jawa Tengah.
Usai diperiksa oleh kepolisian, Mbah Slamet dukun pengganda uang ini rupanya residivis kasus peredaran uang palsu pada 2019 lalu. Slamet berhasil ditangkap Polres Pekalongan di Wiradesa, Pekalongan.
Tak hanya dia, Slamet menjalankan aksi mengedarkan uang palsi bersama dua pelaku lainnya yaitu Aziz (32) warga Wonosobo dan Ahmad Murtadi (49) warga Banyumas.
Polisi pun menyita 1.491 lembar uang palsu yang terdiri dari beberapa pecahan uang, termasuk pecahan Rp100.000.
Uang palsu itu rencananya akan diedar ke wilayah Pekalongan dengan harapan mendapatkan hasil Rp70 juta.
Mereka dijerat Pasal 36 Ayat 2 dan Pasal 34 Ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Terima Uang Korban Rp70 juta
Saat menjalani pemeriksaan oleh kepolisian Banjarnegara, Mbah Slamet mengakui jika dirinya telah menerima uang korban sebesar Rp70 juta yang diberikan secara bertahap. Ia menjanjikan uang Rp50 juta bisa digandakan hingga jadi Rp5 Miliar.
“Total uang yang saya terima mencapai Rp70 juta, dan saya menjanjikan bisa digandakan sampai Rp 5 miliar,” kata Slamet.
Melalui Kapolres Banjarnegara AKBP Hendriyanto, Mbah Slamet mengungkapkan bahwa aksi pembunuhan terhadap para korban sudah dilakukan sejak 2020.
“Jadi hasil tadi malam kita periksa, tersangka mengaku membunuh korbannya sejak tahun 2020,” jelas Hendriyanto.
Lanjut Hendriyanto, Mbah Slamet mengaku bahwa dirinya tidak siapa saja yang telah direnggut nyawanya lantaran kebanyakan korban yang dibunuh berasal dari luar Banjarnegara.
“Tapi dia lupa nama-nama identitasnya karena kebanyakan warga luar Banjarnegara katanya. Makanya di sini kami juga ada kendala melakukan identifikasi korban”, kata Hendri.