INVERSI.ID – Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan, Awaluddin, telah meluncurkan mata pelajaran Pangan Lokal sebagai bagian dari Kurikulum Merdeka. Mata pelajaran ini dimasukkan sebagai muatan lokal dan akan diuji coba di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
“Kami mulai membekali anak-anak dengan pengetahuan tentang pangan lokal untuk menghadapi perubahan iklim,” ujar Awaluddin pada Rabu, 22 Januari 2025.
Ia juga menambahkan bahwa potensi pangan lokal di 17 kabupaten/kota di Sumatera Selatan sangat beragam.
Menurut Awaluddin, Sumatera Selatan termasuk salah satu daerah percontohan untuk penerapan mata pelajaran pangan lokal ini, sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim di Indonesia. Selain Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur juga menjadi daerah percontohan.
“Perubahan iklim akan berdampak luas, tidak hanya pada daerah tertentu,” jelasnya.
“Kami mendorong implementasi kurikulum ini agar dapat membantu mengantisipasi dampak perubahan iklim di masa depan,” lanjutnya.
Kegiatan ini bekerja sama dengan World Agroforestry (ICRAF), sebuah lembaga penelitian internasional yang fokus pada pengelolaan hutan hujan tropis dan cagar alam. Awaluddin menjelaskan bahwa Dinas Pendidikan Sumatera Selatan, ICRAF, dan Tim Pengembangan akan menyusun petunjuk teknis (juknis) untuk pengembangan materi mata pelajaran Pangan Lokal.
“Semua akan kami petakan dalam juknis. Karena ini adalah hal baru, kami akan mengembangkannya melalui tim khusus,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa kurikulum ini akan diuji coba terlebih dahulu sebelum diterapkan secara menyeluruh ke lebih dari 500 SMA dan SMK negeri serta seribu lebih sekolah swasta.
Direktur ICRAF, Andree Ekadinata, menyampaikan bahwa proyek percontohan ini dilakukan bersama daerah-daerah yang memiliki potensi pangan lokal yang besar. Tujuan dari program ini adalah agar siswa memahami keberagaman sumber pangan di sekitar mereka, tidak hanya berfokus pada beras dan nasi.
“Kami ingin generasi masa depan memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim. Ketika perubahan iklim terjadi, mereka akan mengetahui sumber pangan lain yang bisa dikonsumsi,” jelas Andree.***