Hary menekankan bahwa pedoman etika AI yang sedang disusun harus mendapatkan persetujuan dari semua stakeholder, termasuk pemerintah, industri, akademisi, media, dan lainnya. “Dan itu harus kita sepakat bersama, enggak bisa etika itu kita buat, tapi yang lain enggak sepakat,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengatakan keberadaan pedoman akan menjadi tata kelola AI agar bermanfaat optimal. Menurutnya, di ranah global, United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menerbitkan ‘Recommendation on the Ethics of AI’.
Dokumen UNESCO tersebut kemudian diadopsi oleh 193 negara anggota sebagai kerangka Etika AI. Pemerintah Indonesia akan menggunakan ‘Recommendation on the Ethics of AI’ untuk merancang tata kelola AI. Ia memastikan pedoman ini tetap mengutamakan aspek keamanan, proporsionalitas, dan transparansi.
Selain itu, pedomannya juga mengutamakan hak asasi manusia, kesetaraan, budaya, dan keberlanjutan di setiap tahapan sistem AI. Nezar kemudian mencontohkan upaya beberapa negara dan kawasan di dunia dalam merancang pedoman AI.
Baca juga: AI Buat Penipuan Lebih Sulit Dikenali, Manusia Harus Tanggung Jawab
Ada pemerintah Singapura yang menggunakan Singapore’s Model AI Governance Framework untuk memastikan peran manusia dalam pemanfaatan AI.
“Tiongkok juga baru saja mengeluarkan regulasi terkait generative AI, dan mitigasi risiko AI terhadap ketidakstabilan sosial,” kata Nezar dikutip dari siaran pers, Jumat (24/11/2023).
“Sedangkan Uni Eropa saat ini tengah memroses kerangka regulasi terbarunya, yaitu European Union Act yang akan meregulasi AI berdasarkan tingkatan risikonya,” lanjutnya.