Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, meminta agar perguruan tinggi terus mengembangkan produk obat herbal, termasuk jamu. Ia menilai, komoditas ini mulai banyak digunakan di berbagai negara.
“Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat luar biasa. Ini belum tereksploitasi dengan baik,” ujar Muhadjir saat menghadiri Seminar Nasional Hybrid Dies Natalis Ke-2 Universitas Muhammadiyah Karanganyar (Umuka) dengan tema Perspektif Herbal dan Holistic Care Era 5.0 Menuju Generasi Sehat Mental di kampus tersebut pada Rabu, 8 Mei 2024.
Baca Juga: Terjerat Utang Hampir Rp1 Miliar, Korban Order Fiktif Makanan Mulai Buka Donasi
Keterlibatan perguruan tinggi dalam pengembangan pengobatan herbal, kata Muhadjir, sangatlah penting. Apalagi Universitas Muhammadiyah Karanganyar (Umuka) membuka program studi (prodi) D4 Akupuntur dan Pengobatan Herbal.
Muhadjir melanjutkan, di berbagai negara-negara di dunia yakni Tiongkok, India, dan Jepang cenderung berpaling ke pengobatan alami dan berbasis kearifan lokal.
Di India dan Tiongkok, ia mencontohkan, bahkan mengutamakan sistem pengobatan herbal. Bahan baku obat herbal kini dikuasai India dan Tiongkok. Sedangkan Indonesia masih menjadi importir bahan baku.
“Dari berbagai proses pengobatan tradisional ada jamu-jamu yang sebetulnya kita punya kekayaan rempah dan raw material luar biasa. Tapi belum dibisa digarap,” katanya.
Baca Juga: Jelang PON XXI, KONI Jabar Jalin Kerjasama dengan Amidis
Menurut Muhadjir Effendy dengan berbagai kecanggihan laboratorium di perguruan tinggi, pabrik, bahkan home industry, memungkinkan untuk bisa memproduksi obat herbal yang aman.
Di kesempatan yang sama, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko mengatakan kekayaan rempah dan tanaman obat tradisional di Indonesia memiliki potensi luar biasa bila dikembangkan menjadi industri herbal. Namun sayangnya memang belum tergarap maksimal.
“Kita punya bahan baku, tapi belum maksimal memanfaatkan kekayaan hayati, khususnya pengobatan herbal,” katanya.
Dia menilai dengan prodi baru Akupuntur dan Pengobatan Herbal di Umuka akan membuka kesempatan baru dan memperbanyak generasi baru mengembangkan pengobatan herbal.
Baca Juga: Judika Akan Meriahkan HUT Sragen ke-278, Catat Tanggalnya!
Dalam pengembangan ini, konsepnya adalah kolaborasi riset dengan melibatkan mahasiswa. Saat ini menurutnya, pengobatan herbal masih kalah dengan obat kimiawi. Di Indonesia, produk herbal yang sudah sampai level Fito Farmaka itu baru 50-an saja.
“Mestinya bisa lebih dari itu dan bisa mengganti obat-obatan kimia,” kata dia.
Rektor Umuka Muh. Syamsuri mengatakan Akupuntur dan Pengobatan Herbal merupakan prodi baru di Umuka. Angkatan pertama akan dimulai pada tahun ajaran baru (TAB) pada 2024/2025. Ia berharap prodi ini mampu memberikan konstribusi bagi pengembangan produk herbal.
“Umuka kerja sama dengan BRIN, maka nanti dalam proses penyusunan kurikulumnya, lalu pelaksanaan tugas pembelajaran, pendidikannya, praktik, dan tenaga,” katanya.