INVERSI.ID – Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmidzi mengingatkan agar tidak menganggap enteng risiko dari polusi udara yang bisa berdampak pada gangguan kesehatan bahkan berpotensi menimbulkan kematian. Nah salah satu penyakit respirasi yang sering timbul akibat terpapar polusi ini adalah asma.
Berdasarkan data Global Burden Diseases 2019 Diseases and Injuries Collaborators, asma termasuk dalam lima penyakit respirasi penyebab kematian tertinggi di dunia, selain penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pneumonia, kanker paru, dan tuberkulosis. Prevalensi asma di Indonesia cukup mengkhawatirkan, dengan jumlah mencapai 7% atau sekitar 18 juta individu terkena Penyakit asma pada tahun 2022.
Baca juga : Vaksin Kanker Payudara, Harapan Baru dalam Pencegahan Kematian Kedua Terbanyak pada Wanita
Angka ini semakin diperparah oleh tingkat polusi yang memprihatinkan, yang memerlukan tindakan mendesak dan tegas untuk melindungi kesehatan masyarakat. Bahkan Menteri Koordinator Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini menyoroti peningkatan biaya subsidi kesehatan akibat persoalan polusi udara yang besar dengan perkiraan mencapai hingga Rp 38 triliun.
![](https://i0.wp.com/inversi.id/wp-content/uploads/2024/08/Siti-Nadia-Tramidzi.jpeg?resize=1024%2C768&ssl=1)
Sebagai respons terhadap tingginya prevalensi penyakit asma dan PPOK, pemerintah tengah melakukan penguatan layanan primer yang termasuk dalam enam pilar strategis Transformasi Kesehatan. “Polusi udara dapat memicu serangan asma, maka pemerintah fokus pada memperkuat layanan primer agar bisa mengdiagnosa asma dan memberi penanganan medis dengan tujuan untuk memastikan masyarakat dengan asma memiliki akses ke layanan kesehatan yang tepat dan berkualitas,” sebut Nadia dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/8).
Baca juga: Bahaya Konsumsi Minuman Manis, Peringatan dari Dokter Gizi Klinik
Menurut Nadia, upaya penguatan faskes primer dilakukan liputi penyediaan alat spirometri untuk puskesmas. “Spirometri sudah mulai disediakan dengan nakes yang telah dilatih, meningkatkan kemampuan dokter untuk mengdiagnosa asma dan memastikan pasien memiliki akses ke obat yang sesuai dengan tatalaksana medis,” sebut dia.
Untuk diketahui, salah satu akun @dhan*** dalam media sosial TikTok pada Senin (22/7) lalu mengunggah informasi tentang 144 diagnosa penyakit tak bisa langsung dirujuk ke faskes lanjutan. “Pada intinya, 144 diagnosa itu tidak bisa langsung dirujuk ke faskes lanjutan dan harus tuntas di faskes 1,” tulis pengunggah.