Dokter Puskesmas Memiliki Kompetensi Dasar untuk 144 Penyakit
Terkait hal itu, Nadia menuturkan bahwa saat ini dokter puskesmas telah memiliki kompetensi dasar untuk 144 penyakit. Namun, khususnya asma ketersediaan obat di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FPKTP) masih belum sesuai tatalaksana dan pedoman lokal terhadap penatalaksanaan penyakit asma dan dapat meningkatkan angka kejadian serangan asma akut.
“Yang tidak masuk dalam kompetensi 144 penyakit, baik dari gejala klinis yang makin berat, perberatan penyakit, tidak tersedia sarana dan prasarana untuk mengobati dan obat yang dibutuhkan merupakan kompetensi FKRTL (Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan),” tegas Nadia.
Baca juga: Puluhan Pasien Anak Gagal Ginjal di RSCM, Kemenkes Buka Suara
Sementara itu, Ketua Kelompok Kerja Asma dan PPOK Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. Budhi Antariksa, SpP(K) menjelaskan kalua obat-obat yang saat ini tersedia di Puskesmas hanya untuk tatalaksana asma akut. Namun tidak dapat digunakan untuk tatalaksana asma jangka panjang yang menyebabkan pasien harus dirujuk ke rumah sakit yang memiliki akses terhadap obat yang sesuai.
Meskipun asma sudah termasuk dalam kompetensi dasar dokter umum di puskesmas, PDPI mengingatkan pemerintah harus bekali puskesmas dengan obat inhalasi pengontrol. Budhi menyebut, “Itu benar dokter umum sudah dibekali ilmu kompetensi untuk 144 penyakit, termasuk asma bronchial, tapi kalau obat pengontrol belum tersedia di puskesmas, dokter puskesmas harus merujuk pasien asma ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan spesialistik sesuai anjuran BPJS,” jelas dia.
Ketiadaan Obat Pengontrol Inhalasi di puskesmas Kontribusi Biaya Pengobatan Asma Tinggi
Ketiadaan obat pengontrol inhalasi di puskesmas menjadi salah satu faktor yang berkontribusi signifikan pada biaya pengobatan asma yang tinggi dan peningkatan risiko serangan asma yang tidak terkontrol. “Tanpa ketersedian obat pengontrol penting ini di puskesmas, risiko pasien asma akan terus meningkat dan menyebabkan lebih dari 57,5% pasien asma masuk IGD dan membutuhkan perawatan khusus di rumah sakit ketika kondisi mereka tidak terkontrol,” tambah Budhi.
Senada dengan PDPI, Kemenkes juga menegaskan bahwa jika pengontrol inhalasi belum tersedia di puskesmas, dokter perlu merujuk pasien ke rumah sakit untuk perawatan khusus, sesuai dengan indikasi medis. Strategi proaktif ini dirancang untuk memastikan bahwa individu dengan asma menerima perawatan komprehensif dan akses cepat ke intervensi medis yang diperlukan, sebagaimana yang diuraikan dalam panduan medis terbaru untuk pengobatan asma.