Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Luhut Binsar Pandjaitan mengakui bahwa dirinya bersedia menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Meski demikian, ia memberikan syarat yang harus dipenuhi yaitu mendapat mendapat dukungan dari anggota partai beringin tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan setelah menghadiri Penandatanganan MoU Program HEAL di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali, di Denpasar, Selasa, 25 Juli 2023.
“Kalau didukung, mau,” kata Luhut.
Tidak Punya Kepentingan Besar Jadi Ketum Golkar
Dikutip dari Antara, meski Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu siap menjadi Ketum Partai Golkar. Dia menyampaikan tak ada kepentingan yang terlalu besar untuk menduduki jabatan tersebut, bahkan dirinya tak tahu menahu siapa saja yang hendak maju.
Karena kabar tersebut, dalam kesempatan itu, Luhut Binsar Pandjaitan pun meluruskan bahwa dirinya tak memiliki masalah pribadi dan hanya akan menunggu keputusan partai.
Luhut mengaku belakangan ini kerap didatangi para senior-senior Partai Golkar, meski enggan menjawab isi dari pertemuan-pertemuan tersebut.
“Airlangga itu teman baik saya, tidak ada masalah. Soal itu tadi (menjadi Ketum Partai Golkar) biarkan saja mekanisme mereka jalan, saya nunggu saja, tidak ada juga kepentingan yang menggebu-gebu di situ,” lanjut Luhut Binsar.
Singgung soal Elektabilitas Partai
Kemudian saat disinggung soal elektabilitas partai yang menurun seperti pada hasil survei Indikator Politik Indonesia, yaitu 9,2 persen berdasarkan survei tatap muka, Luhut juga tak ingin menyalahkan siapa pun, termasuk Airlangga Hartarto.
Menurut Luhut bahwa kondisi inilah justru diisi dengan upaya perbaikan di tubuh Partai Golkar, dan elite partai memegang kendali besar dalam hal ini.
Diberitakan sebelumnya bahwa anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam menilai Luhut Binsar Pandjaitan dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) pantas menggantikan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum pada Rabu, 12 Juli 2023.
Penilaian itu disampaikan karena tiga ormas pendiri Partai Golkar, yaitu Kosgoro 1957, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), dan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) meminta Airlangga Hartarto untuk mundur dari posisi Ketua Umum DPP Golkar.