INVERSI.ID – Masa remaja adalah periode penting dalam kehidupan seseorang, di mana pencarian jati diri dan tekanan sosial kerap datang bersamaan. Tak jarang, remaja merasa bingung hingga terjebak dalam kondisi mental yang tidak stabil. Salah satu masalah yang banyak dialami adalah depresi, terutama pada remaja perempuan.
Menurut data dari World Health Organization (WHO), perempuan cenderung mengalami depresi lebih tinggi dibanding laki-laki. Fenomena ini kemudian diteliti lebih lanjut oleh para ilmuwan dari King’s College London, yang mencoba mencari jawaban dari sisi biologis.
Temuan Ilmiah: Jalur Kynurenine dan Risiko Depresi
Dalam studi yang dilakukan terhadap 150 remaja di Brasil berusia 14–16 tahun, para peneliti menemukan bahwa kadar asam kynurenic—zat penting yang menyehatkan otak—lebih rendah pada remaja yang berisiko tinggi mengalami depresi. Fakta menariknya, ketidakseimbangan ini lebih sering ditemukan pada remaja perempuan.
“Remaja adalah fase di mana otak dan tubuh mengalami banyak perubahan. Namun, kita masih minim pengetahuan soal pemicu biologis depresi, terutama yang memengaruhi perbedaan antara laki-laki dan perempuan,” ujar Prof. Valeria Mondelli, salah satu peneliti, seperti dikutip dari BBC Science Focus.
Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa triptofan—zat yang biasanya membantu menjaga keseimbangan emosi—lebih cepat terpecah menjadi senyawa kimia beracun pada remaja perempuan. Ketidakseimbangan inilah yang diyakini menjadi salah satu penyebab mengapa perempuan lebih rentan mengalami gangguan suasana hati.
Zat Kimia Beracun dan Depresi yang Berkepanjangan
Setelah tiga tahun masa studi, para peneliti menguji kembali darah para responden. Hasilnya, remaja perempuan yang mengalami depresi kronis memiliki kadar zat kimia beracun yang lebih tinggi di otak.
Dr. Naghmeh Nikkheslat, penulis utama studi ini, mengatakan bahwa temuan ini membuka peluang untuk pengobatan yang lebih spesifik.
“Dengan mengetahui jalur biologisnya, kita bisa merancang terapi yang lebih tepat untuk membantu remaja, khususnya perempuan, mengelola depresi,” jelasnya.
Faktor Emosional dan Sosial Ikut Berperan
Tidak hanya dari sisi biologis, faktor emosional dan sosial juga memengaruhi. Pakar klinis Ron J. Steingard dari Child Mind Institute menyebutkan bahwa gangguan suasana hati dua kali lebih sering terjadi pada remaja perempuan dibanding laki-laki. Ini karena perempuan cenderung lebih peka secara emosional dan lebih cepat dalam mengenali perasaannya, namun juga lebih rentan ketika menghadapi tekanan sosial atau trauma emosional.
Waspadai Gejala Depresi Sejak Dini
Depresi tidak selalu terlihat secara kasat mata. Orang tua, guru, maupun teman sebaya perlu waspada terhadap gejala awalnya. Misalnya, remaja yang tiba-tiba kehilangan minat pada hobi, mengalami gangguan tidur, mudah marah, merasa sedih berkepanjangan, hingga prestasi akademis yang menurun.
Menjaga komunikasi terbuka dan mendukung kesehatan mental sejak dini menjadi kunci penting untuk membantu remaja melewati masa transisinya dengan lebih sehat, baik secara fisik maupun emosional.***