INVERSI.ID – Rencana Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk mengembalikan sistem penjurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) mendapat respons positif dari kalangan pendidik. Kebijakan ini dinilai mampu membantu siswa mendalami ilmu sesuai minat sekaligus memudahkan sekolah dalam mengelola sumber daya guru.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi, menyatakan bahwa sistem penjurusan kembali penting diterapkan. Menurutnya, kebebasan memilih mata pelajaran dalam Kurikulum Merdeka belum tentu efektif bagi semua siswa.
“Harapan agar siswa menguasai semua ilmu itu memang baik. Tapi kalau tidak siap, justru mereka bisa tidak mendapat apa-apa atau hanya setengah-setengah,” ujar Unifah dalam keterangan resmi pada Senin (14/4).
Ia menilai sistem jurusan akan membuat siswa lebih fokus mendalami bidang tertentu dan berpotensi menjadi ahli sejak di jenjang sekolah menengah.
Kurikulum Merdeka Dinilai Bikin Bingung
Pendapat senada datang dari praktisi pendidikan Heriyanto. Ia mengkritisi pelaksanaan Kurikulum Merdeka yang menghapus sistem jurusan secara praktis. Menurutnya, banyak siswa dan sekolah justru kesulitan menentukan arah pembelajaran, apalagi di awal kelas XI ketika siswa diminta menetapkan tujuan karier.
“Ada pelajaran dasar yang sering dilepas karena dianggap tidak relevan, padahal sangat diperlukan untuk perguruan tinggi,” kata Heriyanto.
Ia mencontohkan, siswa yang awalnya ingin masuk jurusan kedokteran mungkin hanya mengambil Biologi dan Kimia. Tapi ketika di kelas XII minat berubah ke bidang teknik, mereka kesulitan karena tak mempelajari Fisika sejak awal.
“Di perguruan tinggi, mata kuliah dasar seperti Fisika, Kimia, dan Biologi masih diwajibkan untuk semua mahasiswa baru. Kalau siswa tidak dapat dasar sejak SMA, akan ada kesenjangan yang signifikan,” tambahnya.
Dampak ke Guru: Ketimpangan Jam Mengajar
Masalah lain yang muncul akibat hilangnya sistem penjurusan adalah ketimpangan distribusi jam mengajar. Ignasius Sudaryanto, guru Geografi di SMA Pangudi Luhur II Servasius Bekasi, menyebutkan bahwa banyak guru mengalami kelebihan atau kekurangan jam mengajar, yang berdampak pada tunjangan profesi.
“Ada guru yang kekurangan jam karena pelajarannya kurang diminati, sementara yang lain kewalahan. Kalau penjurusan dikembalikan seperti dulu (IPA, IPS, dan Bahasa) akan lebih terstruktur,” ujarnya.
Menurut Ignasius, kebijakan ini tidak hanya akan membuat siswa lebih fokus, tetapi juga membantu sekolah dalam mengatur pembagian guru dan kelas secara proporsional.
Jurusan Kembali, TKA Siap Diterapkan
Gagasan pengembalian penjurusan ini sejalan dengan rencana Menteri Pendidikan Abdul Mu’ti yang ingin menyusun ulang struktur kurikulum sebagai persiapan penerapan Tes Kemampuan Akademik (TKA), pengganti Ujian Nasional.
Sistem jurusan dinilai akan memudahkan siswa dalam menghadapi seleksi masuk perguruan tinggi, sekaligus memberi arah akademik yang lebih jelas sejak bangku SMA.
Jika kebijakan ini benar-benar diterapkan, maka struktur pembelajaran di SMA akan kembali ke model klasik yang pernah digunakan sebelumnya. Dengan demikian, siswa akan kembali terbagi dalam jurusan IPA, IPS, atau Bahasa sesuai minat dan tujuan masa depan mereka.***