INVERSI.ID – Fenomena pernikahan dini masih menjadi sorotan serius di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Dalam dua bulan pertama tahun 2025, tercatat ada 85 remaja perempuan menikah di bawah usia 20 tahun, sebagian besar karena kehamilan di luar nikah maupun faktor tradisi.
“Pernikahan dini di Jombang lebih banyak terjadi karena tradisi, di mana anak yang baru lulus sekolah langsung dinikahkan,” ujar dr. Pudji Umbaran, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKB-PPPA) Kabupaten Jombang, Rabu (9/4).
Angka yang Masih Mengkhawatirkan
Dari data DPPKB-PPPA, pada Januari 2025 tercatat ada 50 kasus pernikahan dini. Sementara Februari terdapat 35 kasus. Jumlah ini menyumbang 6,85 persen dari total pernikahan yang terjadi selama dua bulan tersebut.
Sebagai perbandingan, mayoritas pernikahan terjadi pada usia 21–25 tahun sebanyak 564 pasangan, usia 26–30 tahun sebanyak 338 pasangan, dan di atas 30 tahun sebanyak 252 pasangan.
“Untuk bulan Maret, kami masih menunggu laporan lengkap,” tambah dr. Pudji.
Dampak Pernikahan Anak: Putus Sekolah dan Risiko Kesehatan
Data dari Women’s Crisis Center (WCC) Jombang menyebutkan, dalam empat tahun terakhir terdapat 1.511 permohonan dispensasi nikah yang diajukan oleh anak-anak di bawah usia 19 tahun ke Pengadilan Agama Jombang.
Menurut Ana Abdillah, Direktur WCC Jombang, pernikahan anak memiliki banyak konsekuensi serius.
“Banyak anak yang akhirnya putus sekolah, berisiko mengalami anemia, kematian saat melahirkan, serta malnutrisi karena belum siap secara fisik maupun mental,” jelas Ana.
Risiko Sosial: Kemiskinan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dampak lain dari pernikahan dini yang tak kalah mengkhawatirkan adalah meningkatnya risiko kemiskinan dan kekerasan dalam rumah tangga.
“Anak yang menikah muda seringkali terpaksa bekerja dalam sektor informal dengan upah rendah, yang menyebabkan kemiskinan ekstrem turun-temurun,” lanjutnya.
Selain itu, ketidaksiapan mental dan ekonomi sering kali memicu konflik rumah tangga, bahkan kekerasan.
Pemerintah Siapkan Regulasi Pengetatan Dispensasi Nikah
Ana juga menambahkan bahwa pemerintah pusat telah menyadari risiko serius ini.
“Menteri PPPA menyatakan akan segera memperketat mekanisme pengajuan dispensasi nikah agar tidak bisa sembarangan didapatkan,” ujarnya.
Di sisi lain, data dari DPPKB-PPPA Jombang menunjukkan angka pernikahan dini lebih tinggi dibandingkan Pengadilan Agama, yakni lebih dari 2.600 kasus dalam empat tahun terakhir. Perbedaan ini karena definisi usia yang digunakan: DPPKB-PPPA mencatat pernikahan di bawah usia 20 tahun, sementara Pengadilan Agama mengacu pada usia di bawah 19 tahun.
Pernikahan anak masih menjadi tantangan serius di daerah seperti Jombang. Meskipun sebagian masyarakat masih memandangnya sebagai bagian dari tradisi, dampak negatifnya terhadap pendidikan, kesehatan, dan masa depan anak sangat besar.
Sudah saatnya Gen Z dan pelajar lebih sadar akan pentingnya merencanakan masa depan dengan matang, serta mendorong lingkungan untuk memberikan dukungan edukasi dan perlindungan terhadap anak-anak, terutama perempuan, agar tidak menjadi korban dari pernikahan dini.***