Asal Usul Munggahan, Tradisi Sakral Menyambut Ramadan

inversi
By inversi

Setiap menjelang bulan suci Ramadan, masyarakat Sunda di Jawa Barat memiliki tradisi unik yang dikenal sebagai ‘Munggahan’. Istilah ‘Munggahan’ berasal dari kata ‘munggah’ yang berarti naik atau meningkat. Tradisi ini melambangkan peningkatan spiritual dan persiapan diri untuk memasuki bulan penuh berkah.

Munggahan biasanya dilakukan tepat satu hari sebelum Ramadan tiba, sebuah kebiasaan yang telah berlangsung sejak masa pemerintahan Wiratanudatar III (1707-1726) di Cianjur. Pada masa itu, wilayah Cianjur mencakup sebagian besar daerah Priangan. Tradisi ini menjadi momen penting bagi masyarakat untuk berkumpul bersama keluarga dan kerabat, mempererat tali silaturahmi sebelum memasuki bulan puasa.

Salah satu kegiatan yang sering dilakukan dalam tradisi Munggahan adalah ziarah kubur. Masyarakat mengunjungi makam leluhur untuk mendoakan mereka yang telah berpulang. Ziarah kubur merupakan amalan sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW dan menjadi bagian integral dari persiapan spiritual menjelang Ramadan.

Selain ziarah, Munggahan juga diisi dengan acara makan bersama. Keluarga besar berkumpul untuk menikmati hidangan khas Sunda, seperti nasi liwet, ikan bakar, dan lalapan. Momen ini tidak hanya sekadar menikmati makanan, tetapi juga sebagai sarana mempererat hubungan antaranggota keluarga dan kerabat.

Tradisi serupa juga dikenal dengan nama ‘Papajar’ di beberapa daerah. Papajar konon sudah ada sejak abad ke-16 dan biasanya berlangsung sejak sepekan hingga sehari sebelum Ramadan. Meskipun memiliki nama berbeda, esensi dari kedua tradisi ini tetap sama, yaitu sebagai bentuk rasa syukur dan persiapan menyambut bulan suci.

Namun, seiring perkembangan zaman, tradisi Munggahan menghadapi tantangan dalam pelestariannya. Urbanisasi dan modernisasi mengubah pola hidup masyarakat, terutama di perkotaan. Generasi muda cenderung kurang mengenal atau bahkan melupakan tradisi ini. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus menjaga dan melestarikan warisan budaya ini agar tidak punah ditelan waktu.

Munggahan bukan sekadar tradisi turun-temurun, tetapi juga cerminan nilai-nilai kebersamaan, rasa syukur, dan persiapan spiritual dalam menyambut Ramadan. Dengan memahami dan melestarikan tradisi ini, kita turut menjaga identitas budaya dan memperkaya khazanah warisan leluhur.

Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *