INVERSI.ID – Di era digital, media sosial bukan cuma tempat berbagi cerita atau foto, tapi juga arena yang (tanpa sadar) menciptakan standar hidup yang tinggi, selalu produktif, selalu bahagia, dan selalu terlihat sempurna. Feed Instagram penuh prestasi, video TikTok berisi pencapaian, hingga unggahan LinkedIn yang seolah semua orang on fire setiap hari.
Fenomena ini memunculkan tekanan tersendiri, terutama bagi anak muda. Merasa harus terus berkarya, tampil flawless, dan membandingkan diri dengan pencapaian orang lain bisa berujung pada kelelahan mental. Lantas, bagaimana cara menghadapi tekanan ini tanpa kehilangan arah?
1. Sadari: Media Sosial Itu Sorotan, Bukan Realitas Utuh
Apa yang kamu lihat di media sosial hanyalah bagian terbaik dari hidup seseorang, highlight yang sudah dipoles dan dipilih. Jarang ada yang mengunggah kegagalan, rasa malas, atau hari-hari biasa yang tidak “Instagrammable”. Jadi, penting untuk tidak membandingkan kehidupan nyata kamu dengan kehidupan digital orang lain.
2. Produktivitas Itu Penting, Tapi Istirahat Juga Perlu
Nggak apa-apa kok kalau hari ini kamu tidak seproduktif kemarin. Istirahat bukan berarti gagal. Justru, dengan beristirahat, kamu memberi ruang untuk recharge energi, memperbaiki fokus, dan menghindari burnout.
3. Batasi Konsumsi Konten yang Bikin Kamu Overthinking
Kalau kamu merasa cemas setiap habis scroll medsos, mungkin sudah saatnya kurasi ulang akun-akun yang kamu ikuti. Unfollow atau mute akun yang bikin kamu merasa tidak cukup, dan follow akun yang memberikan inspirasi positif, edukatif, atau menghibur.
4. Kenali Diri Sendiri: Apa yang Kamu Mau vs Apa yang Orang Lain Tuntut
Kadang, tekanan untuk selalu produktif dan sempurna datang bukan dari dalam diri, tapi dari ekspektasi yang kita kira penting. Padahal, hidup kamu adalah milikmu. Mengenal diri sendiri akan membantu kamu memilah mana yang jadi tujuan pribadi dan mana yang hanya tekanan sosial.
5. Jangan Takut Jadi “Biasa”
Nggak semua orang harus viral. Nggak semua hal harus jadi konten. Kamu berharga bahkan saat kamu tidak melakukan hal besar atau tidak membagikan apa pun ke media sosial. Menjadi biasa bukan berarti gagal, tapi justru menjadi versi paling jujur dari diri sendiri.
Tekanan di media sosial itu nyata, tapi kamu selalu punya kendali atas bagaimana kamu menghadapinya. Kesehatan mental lebih penting dari impresi digital. Produktivitas tidak harus dipamerkan, dan kesempurnaan bukan syarat untuk merasa cukup.
Ingat, hidup bukan kompetisi update. It’s okay to slow down. Kamu tetap berharga, dengan atau tanpa filter.***