INVERSI.ID – Bangun tidur dengan semangat, siangnya mulai cemas, sorenya sempat overthinking, dan malamnya malah scroll TikTok sambil nangis kecil. Kalau kamu merasa relate dengan pola mood seperti ini, bisa jadi kamu sedang mengalami emotional rollercoaster, kondisi naik-turunnya emosi secara cepat dan intens, yang belakangan banyak dialami oleh Gen Z.
Bagi generasi yang tumbuh di tengah krisis global, tekanan akademik, ekspektasi sosial, dan arus informasi yang deras, wajar jika emosi terasa campur aduk setiap harinya. Gen Z hidup dalam realitas yang sangat kompleks: satu sisi ingin hidup slow dan mindful, tapi di sisi lain juga dikejar produktivitas dan pencapaian sosial.
Belum lagi faktor media sosial, yang sering jadi sumber kebahagiaan sekaligus tekanan terselubung. Dalam satu menit, kamu bisa tertawa melihat meme absurd, lalu di menit berikutnya merasa insecure setelah melihat kesuksesan orang lain. Otak dan hati seperti tak diberi waktu untuk benar-benar mencerna apa yang sedang dirasakan.
Fenomena ini tak bisa dianggap remeh. Perubahan emosi yang drastis dan cepat bisa memengaruhi kesehatan mental jika terus dibiarkan. Rasa cemas yang tak jelas asalnya, lelah mental, dan gangguan tidur adalah beberapa tanda yang sering menyertai. Sayangnya, banyak Gen Z yang memilih memendam perasaan karena takut dianggap drama atau terlalu sensitif.
Padahal, mengalami emotional rollercoaster bukan berarti kamu lemah. Itu adalah respons manusiawi terhadap situasi yang serba cepat dan penuh tekanan. Yang dibutuhkan bukan menyalahkan diri sendiri, melainkan memberi ruang untuk mengenali dan memahami emosi dengan lebih jujur.
Kesadaran untuk pause di tengah hiruk-pikuk digital bisa menjadi langkah awal. Mengatur waktu untuk offline, ngobrol langsung dengan teman, journaling, atau sekadar duduk diam tanpa gangguan layar bisa membantu tubuh dan pikiran untuk kembali tenang. Karena di balik semua mood swing itu, ada kebutuhan dasar yang sering terlupakan: keinginan untuk dipahami.
Jadi, jika kamu merasa emosimu naik turun tanpa arah, jangan buru-buru menyalahkan diri sendiri. Kamu tidak sendirian. Gen Z bukan generasi lemah—kita hanya sedang belajar bertahan dalam dunia yang terus berubah dengan cepat.***